Zack

Foto saya
be better than yesterday..

Rabu, September 23, 2009

Ta'lim Sakinah: BARANGSIAPA BERIMAN KEPADA ALLAH DAN HARI AKHIR

Ta'lim Sakinah: BARANGSIAPA BERIMAN KEPADA ALLAH DAN HARI AKHIR

Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda, ”Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya (HR. Bukhori - Muslim)

Membaca hadits di atas, ada semacam tanda tanya. Mengapa persoalan bicara disampaikan bersama dengan perkara menghormati tetangga dan memuliakan tamu?
Lalu mulailah diri ini merenung....
Kalau menjaga lisan dihubungkan dengan keimanan kepada Allah dan hari akhir, OK lah. Bisa dipahami dan sangat nyambung. Bahwa manusia, sesuai fithrahnya memang tidak dapat lepas dari persoalan komunikasi dengan manusia lainnya, setiap saat. Sehingga potensi keselamatan hidup manusia di dunia dan akhirat sangat tergantung pada cara berkomunikasinya tersebut.
Kemudian, kalau urusan menghormati tetangga menjadi bukti iman seorang muslim kepada Allah dan hari akhir, itu juga sangat wajar dan bisa dipahami. Karena tetangga adalah orang terdekat di sekitar keluarga kita. Apabila kita mempunyai kelebihan rezeki, maka sudah sepantasnya tetangga ikut merasakan kelebihan tersebut. Atau, bila ada tetangga yang membutuhkan bantuan maka kitalah yang pertama kali wajib menolong dan meringankan beban tersebut. Satu hal yang memang wajar dan pantas dikaitkan dengan keimanan seorang muslim.
Dan, kalau soal memuliakan tamu menjadi tolok ukur keimanan seorang muslim, itu juga wajar.
Apalagi bagi kita yang hidup di ruang budaya Timur. Etika ketimuran secara alamiah mendidik kita untuk bersikap baik dan menghormati setiap tamu yang datang ke rumah. Meskipun itu tamu yang baru kita kenal. Maka tak berlebihan kalau Islam menjadikan akhlaq memuliakan tamu sebagai salah satu tolok ukur keimanan seorang muslim.
Tapi, kalau ketiganya disebutkan dalam satu hadits, apa maksudnya? Hikmah apakah yang tersimpan di dalamnya? Diri ini merenung semakin dalam....
Rupanya ada kata kunci yang terlihat menghubungkan ketiganya. Kata kuncinya adalah menghormati dan menghargai. Ketiga perintah di atas mengajak mu’min untuk menghormati dan menghargai orang lain dalam kehidupannya sehari-hari. Dimulai dari hal yang paling sederhana dan paling dekat, yaitu berbicara, bertetangga, dan saat menjadi tuan rumah.
Pertama, soal bicara. Orang berbicara setiap ada kesempatan, di mana pun di pojok dunia ini. Di jalan, di toko, di sekolah, di rumah, di pasar, bahkan di sekolah khusus tuna wicara sekalipun! Berbicara adalah hal paling sederhana yang dilakukan manusia untuk menyampaikan keinginan dan maksudnya. Maka Islam mengajarkan, agar kepada siapa pun seorang mu’min harus (wajib) menjaga lisannya dari perkataan yang buruk, sia-sia, atau menyakitkan. Tujuannya, untuk menghormati dan menghargai orang lain.
Kedua, soal tetangga. Menghormati tetangga berarti, jika ada tetangga yang menyebalkan, yang berulah, dan sombong, bukan berarti wajib dibalas dengan perbuatan yang serupa. Justru dengan hadits ini, seorang mu’min didorong untuk bersikap sebaik-baiknya pada tetangganya. Dan jika si tetangga melakukan kesalahan, maka seorang mu’min tidak boleh berkata kasar (apalagi mengumpat) padanya, atau berkata tentang keburukannya, atau menggunjing tentangnya, atau menyakitinya. Sebaliknya, seorang mu’min wajib menasehati tetangganya.
Ketiga, soal tamu. Memuliakan tamu berarti menghormati dan menghargai kebutuhan tamu.
Bagaimana seorang mu’min yang menjadi tuan rumah dapat menghadirkan suasana nyaman pada tamunya. Intinya bukan pada materi yang disajikan, tetapi cara memperlakukan kehadiran tamu tersebut dalam rumah kita. Persoalan ini ternyata ada kaitannya dengan komunikasi. Bukankah salah satu cara terbaik menghormati tamu adalah berbicara dengan baik dan ramah kepada mereka? Tentunya dengan diiringi wajah yang ramah pula.
Sementara kaitannya dengan tetangga ternyata ada juga. Sebab tetangga adalah pihak yang berpotensi besar menjadi tamu di rumah kita, selain teman-teman dan saudara. Bukankah dalam hubungan bertetangga sehari-hari, kita tidak terlepas dari mampir atau main ke rumah tetangga? Entah karena keperluan arisan, pertemuan PKK, menjenguk yang sakit, syukuran, atau sekedar pinjam panci. Maka di saat-saat seperti itu, menjelmalah tetangga kita sebagai tamu di rumah kita.
Sayangnya, kebanyakan orang menganggap tetangga yang berkunjung bukanlah tamu. Sehingga kala mereka bertamu seringkali kita berkata, ”Nggak usah sungkan, ya. Kayak tamu, aja.” Lalu kita biarkan mereka mengambil minum/makan sendiri, tanpa menyajikan dan mempersilakannya dengan sopan dan memuliakan mereka layaknya tamu. Jadi salah kaprah.
Sungguh mulia syari’at Islam yang menuntun manusia ke dalam rahmat. Tak hanya mengatur sikap hidup pribadi, tapi juga secara detil mengatur tata cara berinteraksi di antara sesama makhluq Allah. Menghasung sikap saling menghormati dan saling mengasihi, serta menghindarkan kehidupan di dunia ini dari kebencian dan kerusakan. Akhirnya, perenungan ini berujung pada rasa syukur dan makin cinta Islam. [anggota majelis ta’lim Sakinah]

Becermin Diri

Tatkala kudatangi sebuah cermin,
Tampaklah sosok yang sudah sangat lama
Kukenal dan sangat sering kulihat.
Namun aneh, sesungguhnya ...
aku belum Mengenal siapa yang kulihat.

Tatkala kutatap WAJAH, hatiku bertanya :
Apakah wajah ini yang kelak akan BERCAHAYA
Dan BERSINAR INDAH DI SURGA?
Ataukah wajah ini yang HANGUS LEGAM DI NERAKA JAHANAM?

Tatkala ku menatap MATA, nanar hatiku bertanya :
MATA INIKAH YANG AKAN MENATAP ALLAH? ,
Rasulullah, dan Kekasih-kekasih Allah kelak?
Ataukah mata ini yang TERBELIAK, MELOTOT,
TERBURAI MENATAP NERAKA JAHANAM?
Akankah mata penuh maksiat ini akan menyelamatkan?
WAHAI MATA, APA GERANGAN YANG KAU TATAP SELAMA INI?

Tatkala kutatap MULUT, apakah mulut ini
Yang kelak mendesah penuh kerinduan
Mengucap LAA ILAAHA ILLALLAAH saat malaikat maut menjemput?
Ataukah menjadi MULUT YANG MENGANGA
DENGAN LIDAH MENJULUR, DENGAN LENGKINGAN JERIT PILU
yang akan mencopot sendi-sendi setiap yang mendengar?
Ataukah mulut ini jadi pemakan buah zaqum
Di jahanam yang getir , penghangus dan penghancur setiap usus?

APAKAH GERANGAN YANG ENGKAU UCAPKAN
WAHAI MULUT YANG MALANG?
Berapa banyak dusta yang engkau ucapkan?
Berapa banyak hati yang remuk
Dengan sayatan pisau kata-katamu yang mengiris tajam?
Berapa banyak kata-kata semanis madu
Yang palsu yang engkau ucapkan untuk menipu?
Berapa sering engkau berkata jujur?
Berapa langkanya engkau dengan syahdu
memohon agar Allah mengampunimu?

Tatkala kutatap TUBUHku, apakah tubuh ini
Yang kelak menyala penuh cahaya, bersinar,
bersuka cita, bercengkrama disurga?
Ataukah tubuh yang akan tercabik-cabik
hancur mendidih dalam lahar neraka jahanam,
Terpasung tanpa ampun,
menderita yang tak akan pernah berakhir?

WAHAI TUBUH , BERAPA BANYAK MAKSIAT
YANG TELAH ENGKAU LAKUKAN?
Berapa banyak orang-orang yang engkau zalimi dengan tubuhmu?
Berapa banyak hamba-hamba yang lemah
yang engkau tindas dengan kekuatanmu?
Berapa banyak perindu pertolongan yang engkau acuhkan-
tanpa peduli, padahal engkau mampu?
Berapa banyak hak-hak yang engkau rampas?

Ketika kutatap HATI tubuh,
Seperti apakah gerangan isi hatimu?
Apakah isi hatimu sebagus kata-katamu?
Ataukah sekotor daki-daki yang melekat ditubuhmu?
Apakah hatimu segagah ototmu.
Ataukah selemah daun-daun yang sudah rontok?
Apakah hatimu seindah penampilanmu,
Ataukah sebusuk kotoran-kotoranmu?

Betapa beda.... betapa beda apa yang tampak dicermin
dengan apa yang tersembunyi...
Aku telah tertipu oleh topeng yang selama ini tampak
Betapa banyak pujian yang terhampar hanyalah memuji topeng
Sedangkan aku....
hanyalah seonggok sampah yang terbungkus
Aku tertipu... Aku malu Ya Allah...
Ya Allah... selamatkan aku....
Amin...Ya Rabbil 'alamin


(Ir. Permadi Alibasyah " Sentuhan kalbu")

Selasa, Agustus 25, 2009

Puasa Menuju Fitrah

”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 183). Salah satu ciri orang bertakwa adalah tidak melakukan perzinaan dan tidak mengonsumsi narkoba/naza (narkotika, alkohol, dan zat adiktif). Allah berfirman, ”Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji (fahisyah) dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’ [17]: 32).

Senada dengan itu, Nabi SAW menyatakan, ”Apabila perzinaan sudah meluas di masyarakat dan dilakukan secara terang-terangan (dianggap biasa), maka infeksi dan penyakit mematikan yang sebelumnya tidak terdapat pada nenek moyangnya, akan menyebar di antara mereka.” (HR Ibnu Majah, Al Bazzar dan Baihaqi).

”Setiap zat, bahan atau minuman yang dapat memabukkan dan melemahkan akal sehat adalah khamar (alkohol), dan setiap khamar adalah haram.” (HR Abdullah bin Umar RA). Dari hadis di atas jelaslah perzinaan diharamkan meski memakai kondom sekalipun, dan juga narkoba/naza. Karena kedua hal ini termasuk perbuatan keji dan mungkar.

Dengan berpuasa kedua hal tersebut dapat dicegah sebagaimana Rasulullah SAW dalam sebuah hadisnya menyatakan, ”Puasa bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum. Namun, sesungguhnya puasa itu mencegah diri dari segala perbuatan yang sia-sia serta menjauhi perbuatan-perbuatan kotor dan keji (mungkar).” (HR Al Hakim). Juga, ”Sesungguhnya peperangan terbesar (di muka bumi ini) adalah peperangan melawan hawa nafsu dirinya sendiri.” (HR Thabrani dan Baihaqi).

Puasa menunjukkan keimanan seseorang untuk melawan hawa nafsu dirinya sendiri. Perzinaan dan mengonsumsi narkoba/naza adalah salah satu bujukan nafsu. Andai kata pun sudah telanjur segeralah berobat, shalat, berdoa dan berzikir, serta puasa untuk memperoleh ampunan Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW, ”Barang siapa yang telah menjalankan ibadah puasa dengan sempurna serta ikhlas karena Allah semata, maka Allah mengampuni dosa-dosa tahun sebelumnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Indahnya Islam

Tema keindahan Islam sangat luas, panjang lebar sulit untuk diringkas dengan bilangan waktu yang tersisa. Sebelumnya, yang perlu kita ketahui adalah firman Allah.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali Imran: 19)
Juga firman-Nya.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ “Barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima.” (Qs. Ali Imran: 85)
Jadi, agama yang dibawa oleh para nabi dan menjadi sebab Allah mengutus para rasul adalah dienul Islam. Allah mengutus para rasul untuk mengajak agar orang kembali kepada Allah. Para rasul datang untuk memperkenalkan Allah. Barang siapa menaati mereka, maka para rasul akan memberikan kabar gembira kepadanya. Adapun orang yang menentangnya, maka para rasul akan menjadi peringatan baginya. Para rasul diperintahkan untuk menegakkan agama di dunia ini.
Allah berfirman.
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu ‘Tegakkan agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.’ Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 13)
Islam adalah agama yang dipilih Allah untuk makhluk-Nya. Agama yang dibawa Nabi merupakan agama yang paripurna. Allah tidak akan menerima agama selainnya. Jadi agama ini adalah agama penutup, yang dicintai dan diridhaiNya.

Allah berfirman.
يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 42)
Sebagian ahli ilmu mengatakan, Sebelumnya aku mengira bahwa orang yang bertaubat kepada Allah, maka Allah akan menerima taubatnya. Dan orang yang meridhoi Allah, niscaya Allah akan meridhoinya. Dan barang siapa yang mencintai Allah, niscaya Allah akan mencintainya. Setelah aku membaca Kitabullah, aku baru mengetahui bahwa kecintaan Allah mendahului kecintaan hamba pada-Nya dengan dasar ayat,
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ “Dia mencintai mereka dan mereka mencitai-Nya.” (Qs. Al Maaidah: 54)
Ridha Allah kepada hambaNya mendahului ridha hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ “Allah meridhoi mereka dan mereka meridhoi-Nya.” (Qs. At-Taubah: 100)
Dan aku mengetahui bahwa penerimaan taubat dari Allah, mendahului taubat seorang hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُواْ إِنَّ “Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (Qs. At-Taubah: 118)
Demikianlah, bila Allah mencintai seorang manusia, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam. Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda. “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang Yahudi dan Nasrani yang mendengarku dan tidak beriman kepadaku, kecuali surga akan haram buat dirinya.” (Hadits Riwayat Muslim)
Karena itu, agama yang diterima Allah adalah Islam. Umat Islam harus menjadikannya sebagai kendaraan. Persatuan harus bertumpu pada tauhid dan syahadatain. Islam agama Allah. Kekuatannya terletak pada Islam itu sendiri. Allah menjamin penjagaan terhadapnya.
Allah berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al-Hijr: 9)
Sedangkan agama selainnya, jaminan ada di tangan tokoh-tokoh agamanya.
Allah berfirman.
بِمَا اسْتُحْفِظُواْ مِن كِتَابِ اللّهِ “Disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab.” (Qs. Al Maaidah: 44)
Kalau mereka tidak menjaganya, maka akan berubah. Ia bagaikan sesuatu yang mati. Harus digotong. Tidak dapat menyebar, kecuali dengan dorongan sekian banyak materi. Sedangkan Islam pasti tetap akan terjaga. Karena itu, masa depan ada di tangan Islam. Islam pasti menyebar ke seantero dunia. Allah telah menjelaskannya dalam Al Quran, demikian juga Nabi dalam Sunnahnya. Kesempatan kali ini cukup sempit, tidak memungkinkan untuk menyebutkan seluruh dalil. Tapi saya ingin mengutip sebuah ayat.

مَن كَانَ يَظُنُّ أَن لَّن يَنصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاء ثُمَّ لِيَقْطَعْ فَلْيَنظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ
“Barang siapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tidak menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya.” (Qs. Al-Hajj: 15)
Dalam Musnad Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Amr, kami bertanya kepada Nabi, “Kota manakah yang akan pertama kali ditaklukkan? Konstantinopel (di Turki) atau Rumiyyah (Roma)?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Konstantinopel-lah yang akan ditaklukkan pertama kali, kemudian disusul Rumiyyah.” Yaitu Roma yang terletak di Italia. Islam pasti akan meluas di seluruh penjuru dunia. Pasalnya, Islam bagaikan pohon besar yang hidup lagi kuat, akarnya menyebar sepanjang sejarah semenjak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Islam adalah agama (yang sesuai dengan) fitrah. Kalau anda ditanya, bagaimana engkau mengetahui Robb-mu. Jangan engkau jawab, “dengan akalku,” tapi jawablah, “dengan fitrahku.” Oleh karena itu, ketika ada seorang atheis yang mendatangi Abu Hanifah dan meminta dalil bahwa Allah adalah Haq (benar), maka beliau menjawab dengan dalil fitrah. “Apakah engkau pernah naik kapal dan ombak mempermainkan kapalmu?” Ia menjawab, “Pernah.” (Abu Hanifah bertanya lagi), “Apakah engkau merasa akan tenggelam?” Jawabnya, “Ya.” “Apakah engkau meyakini ada kekuatan yang akan menyelamatkanmu?” “Ya,” jawabnya. “Itulah fitrah yang telah diciptakan dalam dirimu. Kekuatan ada dalam dirimu itulah kekuatan fitrah Allah. Manusia mengenal Allah dengan fitrahnya. Fitrah ini terkandung dalam dada setiap insan.

==== Semoga BerManfaat ====

Selasa, Agustus 11, 2009

Doa Untuk Bangsa: Kesyahduan dalam Dzikir dan Doa

Ratusan ribu kaum muslimin memadati pelataran Monumen Nasional (Monas) pada Rabu (05/08/09), mereka datang dari berbagai wilayah di Jabodetabek untuk menghadiri acara yang digagas oleh Majelis Rasulullah SAW pimpinan Habib Munzir Bin Fuad Al Musawa. Acara yang digelar bertepatan dengan malam Nisfu Syaban tersebut bertujuan untuk menghidupkan salah satu malam mulia dengan doa dan munajat juga untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi seluruh bangsa, hingga kemudian acara tersebut diberi tajuk “Doa Untuk Bangsa”.

Beberapa Pejabat tampak hadir, seperti Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla. juga Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo. Serta para Habaib dan Ulama. Juga beberapa tamu undangan dari Negara tetangga.

Acara dimulai dengan pembacaan Surah Yasiin sebanyak tiga kali, dan setiap selesai satu kali pembacaan Surah Yasiin tersebut, Habib Munzir memimpin doa khusus malam nisfu syaban. Suara Habib muda berusia 36 tahun itu begitu lantang dan syahdu membuat ratusan ribu jamaah larut dalam kekhusukan, terasa betul suasana khidmat memenuhi lapangan monas. Setelah pembacaan Surah Yasiin, acara dilanjutkan dengan pembacaan Maulid Adhiyya Ul’lami, Riwayat hidup Manusia Termulia Rasulullah SAW yang ditulis oleh Al Musnid Al Habib Umar Bin Hafidz itu seolah sudah begitu lekat dengan jamaah yang rata-rata berusia muda, terbukti dengan gemuruh suara jamaah yang mengikuti pembacaan bait demi bait syair riwayat tersebut. Air mata kerinduan pada Manusia Termulia Rasulullah SAW menitik saat prosesi yang dikenal dengan Mahallul Qiyam, kerinduan makin terasa di tengah banyak jamaah yang histeris meneriakan kerinduan mereka.

Setelah beberapa rangkaian acara, Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla berkesempatan memberikan sambutannya. Inti dari sambutan Beliau, yaitu dukungan beliau untuk perkumpulan-perkumpulan yang mendatangkan kesejukan dan kedamaian melaui dzikir dan doa bersama.

Tiba kemudian waktunya Habib Munzir Al Musawa memberikan Tausyiahnya, selain mengungkapkan perihal keutamaan Malam Nisfu Syaban. Habib Munzir juga mengungkapkan soal kelembutan Rasulullah SAW. Hal ini seolah menjawab berbagai tindak kekerasan atas nama agama yang belakangan terjadi di tanah air. “Islam adalah kesatria, bukan pengecut, jika musuh memerangi dengan senjata maka perangi dengan senjata, jika dengan siasat maka perangi dengan siasat. jika mereka memerangi dengan harta maka perangilah juga dengan harta”, Ungkap Beliau dengan penuh semangat.

Kemudian Habib Munzir juga mengemukakan salah satu bukti kelembutan Rasulullah SAW melalui salah satu riwayat tentang pemuda yahudi yang ingin berkhidmat di rumah Rasulullah SAW . Rasulullah SAW menerimanya dengan tangan terbuka, beliau tidak menghardik dan mengusirnya atau memaksanya masuk islam. Habib Munzir terdiam sesaat kemudian dengan suara keras bertanya “Adakah orang yang lebih benci pada kekufuran melebihi Muhammad SAW?” . Namun begitu Beliau SAW menerima pemuda kafir yahudi tersebut, bahkan tinggal di rumah Beliau SAW, sampai kemudian pemuda itu sakit, Rasul SAW menjenguknya dan di sakaratul maut pemuda kafir yahudi itupun memeluk islam, demikian dalam Shahih Bukhari.

Menjelang akhir tausyiahnya, Habib Munzir juga mengangkat sebuah kisah tentang Abdullah bin Ubay bin Salul, gembong munafik di Madinah yang berhati kufur, Islam hanyalah kedok baginya, ia selalu mengabarkan rahasia muslimin pada kuffar quraisy, jika Rasulullah SAW berangkat berjihad maka ia berusaha menghalangi dengan kata kata fitnah, namun diam diam ia kabarkan bahwa jumlah pasukan muslimin dan seluruh rahasia kepada kuffar quraisy, jika Rasul SAW pulang selamat maka ia menyambut Rasulullah SAW dengan sambutan hangat, menangis gembira, dan mohon ampunan karena tak ikut peperangan, namun ia tetap dalam kemunafikannya. Saat ia sakaratul maut dan wafat maka Rasulullah SAW datang menyolatinya, menguburkannya, dan anaknya yang juga bernama Abdullah adalah orang yang beriman, dia meminta baju Rasulullah SAW untuk menjadi kain kafan ayahnya yang munafik itu, Rasulullah SAW memberikannya, lalu turun ayat bahwa Allah tak akan mengampuni Abdullah bin Ubay bin Salul, Rasul SAW berkata pada Umar RA “Allah melarangku memohonkan pengampunan untuknya, walau tujuh puluh kali ku istighfari pun dia tetap tak akan diampuni Allah, namun jika seandainya Allah akan mengampuninya jika kuistighfari lebih dari tujuh puluh kali , maka akan kuistighfari ia lebih agar diampuni Allah, namun aku mengetahui memang Allah tak mau memaafkannya" (Shahih Bukhari). Demikian akhlak penuh kelembutan yang ditunjukkan Idola termulia kaum muslimin, Rasulullah SAW.

Di penghujung acara, Habib Munzir kembali memimpin Dzikir Lafdhal Jalallah sebanyak seribu kali. Suasana khusuk dan syahdu kembali memenuhi udara malam di sekitar lapangan monas, ratusan ribu kaum muslimin menyebut nama ALLAH SWT secara serentak. Menumpahkan segala hajat dan kerinduan pada Sang Maha Pencipta, air mata tak terbendung lagi malam itu. air mata penyesalan, air mata memohon pengampunan dan juga air mata penuh harapan. Semoga acara semacam ini menjadi oase penyejuk di tengah gersangnya keadaan negeri muslimin terbesar di dunia ini, dan juga Allah SWT mempercepat datangnya kemakmuran di negeri ini.

Jumat, Juli 03, 2009

KebesaranMu - ST12

Kau tempatku mengadu hati
Memberi segala hidup
Dunia dan seisinya milik-Mu
mencintai-Mu sejati

Ku manusia yang penuh dosa
Berharap ampunan-Mu
Melihat dilangit kesempurnaan hati-Mu
Kau cinta pertama dalam hidup

Reff:
Allahu Akbar Maha Besar
Memujamu begitu indah
Selalu kau berikan semua
Kebesaran-Mu Tuhan

Jumat, Juni 19, 2009

SEMUANYA KARENA ALLAH

SEMUANYA KARENA ALLAH

Salam Hikmah
Assalaamu 'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh
Salam Sejahtera untuk kita semua

Sahabat Hikmah...
Dulu kita TIDAK ADA...
Terus Allah pertemukan sperma ayah kita dan telur ibu kita...
Allah jadikan itu segumpal darah,segumpal daging
dan terbentuklah raga...
Dia memberi kehidupan kita di perut ibu dan menjaganya selama 9 bulan 10 hari
Dari perut ibu, lahirlah bayi mungil yang tak berdaya...
Hari demi hari ...bayi yang tak berdaya itu menjadi kuat karena-Nya
Akhirnya kita hidup di Bumi...
Berkembang biak dan membuat peradaban...

Bumi ini pun dulunya tanah gersang...
Lalu Allah turunkan hujan, sehingga tumbuhlah kehidupan...
Semua kehidupan di langit dan bumi ada dalam genggaman-Nya

Sahabat Hikmah...
Karena-Nya kita ADA....
Karena-Nya kita HIDUP...dan ada KEHIDUPAN...
Karena-Nya kita mendapat RIZKI...harta, keluarga dan saudara....
SEMUANYA karena-Nya...
Tiada yang lain...hanya satu..
Semuanya karena Allah

Maka sudah selayaknya...sahabatku...

KITA SERAHKAN SEMUANYA KEPADA ALLAH...

Itulah yang diperintahkannya kepada kita, Allah berfirman:

Katakanlah (Hai Muhammad) : "Sesungguhnya SHALATKU, IBADAHKU, HIDUPKU dan MATIKU HANYAlah untuk Allah, Tuhan semesta alam, TIADA SEKUTU bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah (Muslim) ".
(QS 6:162-163)

Wassalam

OFA

Melipatgandakan Pahala Sedekah

oleh : Zaim Saidi (Direktur Tabung Wakaf Indonesia)


Pada suatu saat ketika para Sahabat menyembelih seekor kambing, Rasulullah SAW bertanya kepada Ummul Mu’minin, Aisyah, r.a., “Apakah masih ada yang tersisa dari kambing itu?” Aisyah menjawab, “Ya, tinggal sampil mukanya saja.” Mendengar jawaban ini Rasulullah SAW berkata, “Semuanya masih tersisa, kecuali sampil mukanya.” Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.

Begitulah harta yang disedekahkan tidaklah berkurang, ia akan tetap tinggal di akhirat kelak. Harta yang kita makanlah yang akan habis, bersamaan dengan habisnya keseluruhan dunya ini. Maka, dalam haditsnya yang lain, Rasul SAW mengatakan, ”Dunia adalah rumah bagi orang yang tidak mempunyai rumah di akhirat, dan harta dunia adalah harta bagi yang tidak memiliki harta di akhirat.” Bukankah sangat jelas diterangkan di sini, agar kita dapat memiliki rumah dan harta di akhirat, jalannya adalah lewat sedekah?

Tetapi tidak semua sedekah sama derajat dan pahalanya. Sedekah yang diberikan di kala seseorang dalam kesempitan memiliki nilai lebih besar ketimbang sedekah yang diberikan saat seseorang itu berada dalam kelonggaran. Harta yang disedekahkan untuk sesuatu yang sekali habis dipakai, juga mendapatkan pahala yang sekali-waktu saja. Harta yang disedekahkan untuk sesuatu yang memberikan manfaat lestari, akan mendapatkan pahala yang abadi pula. Inilah perbedaan antara sedekah dan sedekah jariah.

Rasulullah SAW menegaskan bahwa sedekah jariah, kita mengenalnya dalam istilah wakaf, tak akan putus pahalanya, karena kamatian para pemberinya. Dengan kata lain, rumah dan harta akhirat yang dibangun oleh para wakif, terus berlangsung bahkan ketika mereka telah meninggalkan dunia ini. Dalam penalaran kita, yang sudah barang tentu masih teramat jauh dari kemurahan janji Allah SWT sendiri, adalah bahwa pahala sedekah dapat dilipatgandakan katika diniatkan dan dilaksanakan sebagai sedekah jariah, sebagai wakaf, dan bukan sekadar sebagai sedekah-sesaat untuk kegiatan konsumtif.

Maka, ketika bersedekah, ubahlah niat dan akad yang Anda lakukan. Sebab (akad) perbuatan tergantung kepada niatnya. Ketika seseorang bersedekah, katakanlah Rp 1 juta, sebagai sumbangan konsumtif mengobati seorang fakir yang sakit, pahala yang diperolehnya adalah sebatas nilai konsumsi itu. Tetapi, ketika Rp 1 juta itu, diniatkan dan diakadkan sebagai wakaf, yang kelak bersama dengan sedekah-sedekah lainnya telah sampai pada jumlah yang cukup, dan dibelikan aset produktif dengan surplus yang dialirkan kepada para fakir yang sakit, pahalanya akan terus mengalir. Sepanjang aset itu tetap produktif, dan surplusnya dialirkan sebagai jariah, selama itu pula tabungan akhirat Anda, sebagai seoraang wakif, terus bertambah.

Berwakaf tidak perlu menunggu sampai seseorang memiliki harta besar hingga cukup untuk membeli aset secara sendirian. Tentu, kalau ia mampu, perbuatan ini akan menjadikannya sampai pada ”puncak kebajikan”, sebagaimana dijanjikan oleh Allah SWT (Ali Imran 92). Tetapi, Rasulullah SAW dan para Sahabatnya, memberikan teladan tentang wakaf gotong royong (wakaf syuyu’i), harta wakaf yang diadakan atau dibeli secara patungan. Tugas para nadzirlah untuk menghimpun dan mengelola sedekah-sedekah yang relatif kecil ini menjadi aset produktif yang cukup signifikan, hingga dapat menghasilkan surplus yang lestari.
Karena itu, sebagai nadzir Tabung Wakaf Indonesia (TWI) merancang berbagai program wakaf gotong royong tersebut, dalam berbagai bentuk: sarana pendidikan (seperti Sekolah Ekselensia), sarana kesehatan (seperti Klinik LKC), sarana sosial (Wisma Muallaf), sarana ekonomi (pertokoan dan ruko), dan sebagainya. Sejauh mungkin aset-aset wakaf ini pun dikelola secara terpadu, ada kesatuan antara aset produktifnya dengan jasa layanan sosialnya. Hingga manfaatnya lestari, dan pahalanya abadi.

Tabung Wakaf Indonesia
Komplek Perkantoran Margaguna No.11
Jl.Radio Dalam Raya Jakarta Selatan
Phone.021-7211035
Fax.021-7211005

SHOLAT WITIR

SHALAT SUNNAH WITIR
Oleh Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani


Hukum Shalat Witir

Shalat sunnah witir adalah sunnah muakkad [1]. Dasarnya adalah hadits Abu Ayyub Al-Anshaari Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Witir adalah hak atas setiap muslim. Barangsiapa yang suka berwitir tiga raka’at hendaknya ia melakukannya. Dan barangsiapa yang berwitir satu raka’at, hendaknya ia melakukannya” [2]

Demikian juga dengan hadits Ali Radhiyallahu ‘anhu ketika ia berkata : “Witir tidaklah wajib sebagaimana shalat fardhu. Akan tetapi ia adalah sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [3]

Di antara yang menunjukkan bahwa witir termasuk sunnah yang ditekankan (bukan wajib) adalah riwayat shahih dari Thalhah bin Ubaidillah, bahwa ia menceritakan :” Ada seorang lelaki dari kalangan penduduk Nejed yang datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan rambut acak-acakan. Kami mendengar suaranya, tetapi kami tidak mengerti apa yang diucapkannya, sampai dekat, ternyata ia bertanya tentang Islam. Ia berkata “ Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku shalat apa yang diwajibkan kepadaku?” Beliau menjawab: “Shalat yang lima waktu, kecuali engkau mau melakukan sunnah tambahan”. Lelaki itu bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku puasa apa yang diwajibkan kepadaku?” Beliau menjawab ; “Puasa di bulan Ramadhan, kecuali bila engkau ingin menambahkan”. Lelaki itu bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku zakat apa yang diwajibkan kepadaku?” Beliau menjawab : (menyebutkan beberapa bentuk zakat). Lelaki itu bertanya lagi : ‘Apakah ada kewajiban lain untuk diriku?” Beliau menjawab lagi : “Tidak, kecuali bila engkau mau menambahkan’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepadanya syariat-syariat Islam. Lalu lelaki itu berbalik pergi, sambil berujar : “Semoga Allah memuliakan dirimu. Aku tidak akan melakukan tambahan apa-apa, dan tidak akan mengurangi yang diwajibkan Allah kepadaku sedikitpun. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh ia akan beruntung, bila ia jujur, atau ia akan masuk Surga bila ia jujur” [4]

Juga berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi pernah mengutus Muadz ke Yaman. Dalam perintahnya : “Beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam [5]. Kedua hadits ini menunjukkan bahwa witir bukanlah wajib. Itulah madzhab mayoritas ulama [6]. Shalat witir adalah sunnah yang ditekankan sekali. Oleh sebab itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan shalat sunnah witir dengan sunnah Shubuh ketika bermukim atau ketika bepergian. [7]


Keutamaan Witir

Witir memiliki banyak sekali keutamaan, berdasarkan hadits Kharijah bin Hudzafah Al-Adwi. Ia menceritakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami. Beliau bersabda

“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menambahkan kalian dengan satu shalat, yang shalat itu lebih baik untuk dirimu dari pada unta yang merah, yakni shalat witir. Waktu pelaksanaannya Allah berikan kepadamu dari sehabis Isya hingga terbit Fajar” [8]

Di antara dalil yang menujukkan keutamaan dan sekaligus di sunnahkannya shalat witir adalah hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu bahwa menceritakan :”Rasulullah pernah berwitir, kemudian bersabda : “Wahai ahli Qur’an lakukanlah shalat witir, sesungguhnya Allah itu witir (ganjil) dan menyukai sesuatu yang ganjil” [9]

Penulis pernah mendengar guru kita Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menyatakan ketika menjelaskan hadits ini : “Ini menujukkan bahwa hendaknya Ahli Ilmu itu memiliki perhatian yang lebih besar daripada selain mereka terhadap shalat tersebut, meskipun shalat itu disyariatkan untuk semuanya, sehingga mereka layak dijadikan contoh oleh orang-orang yang hidup di sekitar mereka dan mengetahui hal ihwal dan amal perbuatan mereka. Witir paling sedikit adalah satu rakaat, antara Isya dan Fajar. Allah bersifat “ganjil” dan menyukai yang ganjil. Allah menyukai sesuatu yang bersesuaian dengan sifat-Nya. Allah Maha Penyabar, dan menyukai orang-orang yang sabar. Lain halnya dengan keagungan dan keperkasaan. Para hamba mengambil dari sifat-sifat Allah yang sesuai.dengan seorang hamba, seperti sifat pemurah, pengasih dan pemberi” [10]


[Disalin dari kitab Shalatut Tathawwu’ Mafhumun, wa Fadhailun, wa Aqsamun, wa Anwa’un, wa Adabun fi Dhauil Kitabi was Sunnah, edisi Indonesia Kumpulan Shalat Sunnah & Keutamaannya, oleh Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Penerjemah Abu Umar Basyir, Penerbit Darul Haq]

__________
Foote Note
[1]. Witir termasuk shalat malam, bahkan termasuk penutup shalat malam. Satu raka’at yang dikerjakan oleh Rasulullah untuk menutup shalat malamnya. Lihat Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah.
[2]. Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Al-Witr, bab : Jumlah Witir, no. 1422. Diriwayatan oleh An-Nasaa’i dalam kitab Al-Lail, bab : Pembahasan Tentang Ikhtilaf Terhadap Az-Zuhri Tentang Hadits Abu Ayyub dalam Witir, no. 712. diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Iqamatush Shalah, bab : Witir Dengan Tiga atau Lima Raka’at no 1190, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud I : 267
[3]. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Al-Witr, bab : Riwayat Tentang Witr Yang Bukan Wajib no. 454. Diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam kitab Qiyamul Lail, bab ; Perintah Untuk Berwitir, no. 1677, diriwayatkan juga oleh Al-Hakim, I : 300, 301. Diriwayatkan pula oleh Ahmad I : 148, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasaa’i, I : 368
[4]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan muslim. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-Iman, bab : Zakat dalam Islam, no. 46 dan Kitabush Shaum, bab : Wajibnya puasa Ramadhan, no. 1891. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Al-Iman, bab : Shalat yang Merupakan Salah Satu Rukun Islam, no 1
[5]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-Maghazi, bab : Diutusnya Abu Musa dan Muadz ke Yaman, no. 347. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Al-Iman, bab : Ajakan Menuju Dua Kalimat Syahadat Dan Syari’at Islam, no. 19
[6]. Yang berpendapat bahwa witir itu wajib adalah Abu Hanifah rahimahullah, berdasarkan zhahir hadits-hadits ahad yang mengesankan bahwa itu wajib. Akan tetapi ada hadits-hadits lain yang mengeluarkannya dari indikasi mewajibkan. Lihat “Nailul Authar” II : 205-206. Itu juga pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah bahwa witir itu wajib bagi orang-orang yang Tahajjud di malam hari. Beliau mengatakan :”Itu adalah madzhab sebagian orang yang mewajibkannya secara mutlak” (Al-Ikhtiyaarat Al-Fiqhiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, oleh Al-Ba’li hal. 96). Penulis mendengarnya sendiri dari guru kita Imam Abdul Aziz bin Baz berkali-kali ketika menjelaskan Bulughul Maram hadits no. 393 dan juga ketika menjelaskan Ar-Raudhatul Murbi II : 183. Beliau menyebutkan bahwa witir itu tidak wajib, namun sunnah yang ditekankan. Lihat Al-Mughni karya Ibnu Qudamah II : 591, II : 595.
[7]. Lihat Zaadul Ma’aad, I : 315 dan Al-Mughni, III : 196, dan II : 240
[8]. Dikeluarkan oleh Abu Daud dalam kitab Al-Witr, bab : Dianjurkannya Shalat Witr, dengan no. 1418. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Sunan-nya dalam kitab Al-Witr bab : Riwayat Tentang Keutamaan Witir dengan no. 452. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Iqamatush Shalah, bab : Riwayat Tentang Witr, dengan no, 1168. Diriwayatkan juga oleh Al-Hakim dan dishahihkan oleh beliau serta disetujui oleh Adz-Dzahabi I: 306. Hadits ini memiliki penguat diriwayatkan oleh Ahmad, I : 148. Dishahihkan oleh Al-Albani, tanpa tambahan kalimat : Yang shalat itu lebih baik untuk dirimu dari pada unta yang merah. Lihat Irwaaul Ghalil II : 156
[9]. Dikeluarkan oleh An-Nasaa’i dengan lafazhnya dalam kitab Qiyamul Lail, bab : Perintah Melakukan Witir, no. 1676. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Al-Witr, bab : Riwayat Bahwa Witr Itu Bukan Wajib no 453. Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Al-Witr, bab : Dianjurkannya Shalat Witr, no. 1416. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Iqamatush Shalah, bab : Riwayat Tentang Witir, no. 1169. Diriwayatkan oleh Ahmad, I : 86, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah I : 193.
[10]. Penulis langsung mendengarnya dari beliau rahimahullah ketika beliau menjelaskan Bulughul Maram hadits no. 405

5 KUNCI PENGOKOH JIWA PENENANG BATHIN DALAM MENGARUNGI PERSOALAN HIDUP

5 KUNCI PENGOKOH JIWA PENENANG BATHIN
DALAM MENGARUNGI PERSOALAN HIDUP
Oleh KH. Abdullah Gymnastiar (AA Gym)

Salam Hikmah
Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh
Salam sejahtera untuk kita semua

Sahabat Hikmah...
Hidup ini sebenarnya bukan kehidupan yang sebenarnya...
Hidup ini hanyalah ARENA UJIAN diri,
agar Allah memilih untuk KEHIDUPAN YANG SEBENARNYA,
siapa-siapa yang menjadi HAMBA ALLAH dan menjadi penghuni Surga serta bertemu dengan Tuhannya,
dan siapa-siapa yang menjadi HAMBA IBLIS dan menjadi penghuni Neraka serta bertemu dengan Tuhannya,
Sehingga dalam mengarungi ujian ini kita akan menghadapi berbagai persoalan hidup...
Tidak mungkin hidup di dunia tanpa persoalan...

" Allah Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia MENGUJI kamu, siapa di antara kamu yang LEBIH BAIK perbuatannya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (QS 67:2)

Agar jiwa kita tenang dan kokoh menghadapi persoalan hidup, berikut ini ada tips dari Aa Gym yang layak untuk diikuti:

1. AKU HARUS SIAP MENGHADAPI HIDUP INI, APAPUN YANG TERJADI

• Hidup di dunia ini hanya satu kali, aku tak boleh gagal dan sia-sia tanpa guna

• Tugasku adalah menyempurnakan niat dan ikhtiar, perkara apapun yang terjadi kuserahkan kepada Allah Yang Maha Tahu yang terbaik bagiku

• Aku harus selalu sadar sepenuhnya bahwa yang terbaik menurutku belum tentu yang terbaik menurut Allah SWT. Bahkan sangat mungkin aku terkecoh oleh keinginan dan harapanku sendiri

• Pengetahuan tentang diriku atau tentang apapun amat terbatas sedangkan pengetahuan Allah menyelimuti segalanya, Dia tahu awal, akhir dan segala-galanya

• Sekali lagi betapapun aku sangat menginginkan sesuatu, tetap hatiku harus kupersiapkan untuk menghadapi kenyataan yang tak sesuai dengan harapanku. Karena mungkin itulah yang terbaik bagiku

2. AKU HARUS RELA DENGAN KENYATAAN YANG TERJADI

• Bila sesuatu terjadi, yaa….. inilah kenyataan dan episode hidup yang harus kujalani

• Aku harus menikmatinya, dan aku tak boleh larut dalam kekecewaan berlama-lama, kecewa, dongkol, sakit hati tak akan merobah apapun selain menyengsarakan diriku sendiri, dongkol begini, tak dongkol juga tetap begini

• Hatiku harus realistis menerima kenyataan yang ada, namun tubuh serta pikiranku harus tetap bekerja keras mengatasi dan menyelesaikan masalah ini

• Bila nasi telah menjadi bubur, maka aku harus mencari ayam, cakweh, kacang polong, kecap, seledri, bawang goreng dan sambal agar bubur ayam spesial tetap dapat kunikmati

3. AKU TAK BOLEH MEMPERSULIT DIRI

• Aku harus yakin bahwa hidup ini bagai siang dan malam pasti silih berganti. Tak mungkin siang terus-menerus dan tak mungkin juga malam terus-menerus, pasti setiap kesenangan ada ujungnya begitupun masalah yang menimpaku pasti ada akhirnya, aku harus sangat sabar menghadapinya

• Akupun harus yakin bahwa setiap musibah terjadi dengan ijin Allah Yang Maha Adil, pasti sudah diukur dengan sangat cermat oleh-Nya tak mungkin melampaui batas kemampuanku, karena Dia tak pernah mendzolimi hamba-hamba-Nya

• Aku tak boleh mendzolimi diriku sendiri, dengan pikiran buruk yang mempersulit dan menyengsarakan diri, pikiranku harus tetap jernih, terkendali, tenang dan proporsional, aku tak boleh terjebak mendramatisir masalah

• Aku harus berani menghadapi persoalan demi persoalan, tak boleh lari dari kenyataan, karena lari sama sekali tak menyelesaikan bahkan sebaliknya hanya akan menambah masalah. Semua harus dengan tegar kuhadapi dengan baik, aku tak boleh menyerah, aku tak boleh kalah

• Mesti segala sesuatu akan ada akhirnya, begitupun persoalan yang kuhadapi seberat apapun seperti yang dijanjikan Allah " Fainnama’al usri yusron innama’al ’usri yusron" dan sesungguhnya bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan, bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan. Janji yang tak pernah mungkin dipungkiri oleh Allah SWT

4. EVALUASI DIRI

• Segala yang terjadi mutlak adalah ijin Allah SWT, dan Allah tak mungkin berbuat sesuatu yang sia-sia

• Pasti ada hikmah dibalik setiap kejadian, sepahit apapun pasti ada kebaikan yang terkandung didalamnya, bila disikapi dengan sabar dan benar

• Harus kurenungkan mengapa Allah menakdirkan semua ini menimpaku, bisa jadi peringatan atas dosa-dosa kita, kelalaianku atau mungkin, saat kenaikan kedudukanku disisi Allah

• Mungkin aku harus berpikir keras untuk menemukan kesalahan yang kuperbaiki

• Setiap kejadian bagai cermin pribadiku, aku tak boleh gentar dengan kekurangan dan kesalahan yang telah terjadi, yang penting kini aku mengetahui diriku yang sebenarnya dan aku bertekad sekuat tenaga untuk memperbaikinya, Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat

5. ALLAH LAH SATU-SATUNYA PENOLONGKU

• Aku harus yakin kalaupun bergabung seluruh manusia dan jin untuk menolongku tak mungkin terjadi apapun tanpa ijin-Nya

• Hatiku harus bulat total dan yakin seyakin-yakinnya, bahwa hanya Allahlah satunya-satunya yang dapat menolong memberi jalan keluar terbaik dari setiap urusan

• Tidak ada yang mustahil bagi-Nya, karena segala-galanya adalah milik-Nya, dan sepenuhnya dalam kekuasaan-Nya

• Tak ada yang dapat menghalangi jikalau Dia akan menolong hamba-hamba-Nya, Dialah yang mengatur segala sebab datangnya pertolongan-Nya

• Oleh karena itu aku harus benar-benar berjuang, berikhtiar untuk mendekati-Nya dengan mengamalkan apapun yang disukai-Nya dan melepaskan hati ini dari ketergantungan selain-Nya, karena selain Dia hanyalah sekedar makhluk yang tak berdaya tanpa kekuatan dari-Nya

• Ingatlah selalu janji-Nya :

"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Ku beri jalan keluar dari setiap urusannya dan Kuberi rizki/ pertolongan dari tempat yang tak terduga, dan barangsiapa yang bertawakal kepada-Ku, Niscaya akan Kucukupi segala kebutuhannya". ( At-Thalaq : 2-3 )

" Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." (At-Thalaq :4)

Semoga 5 kunci diatas dapat menenangkan hati yang sedang galau, cemas, was-was, khawatir yang berlebihan dan pengobat stress.
Ingat hanya dengan dzikrullah / mengingat Allah hati akan menjadi tenang.

Wassalam

OFA

MEMAHAMI ARTI SEBUAH PENGORBANAN

MEMAHAMI ARTI SEBUAH PENGORBANAN

Salam Hikmah...
Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh
Salam Sejahtera untuk kita semua

Sahabat Hikmah...
Berikut ini ada sebuah kisah penuh hikmah tentang ARTI SEBUAH PENGORBANAN, dan keyakinan kepada kita bahwa KEBAIKAN AKAN DIBALAS DENGAN KEBAIKAN...

TANGIS UNTUK ADIKKU

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari , orangtuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Yang mencintaiku lebih dari aku mencintainya.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatan membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya.

“Siapa yang mencuri uang ayah?”Beliau bertanya. Aku terpaku terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapapun mengaku. Beliau mengatakan lagi “ Baiklah kalau begitu kalian berdua layak dipukul!”

Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adiku mencengkeram tangannya dan berkata, Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai beliau kehabisan nafas. Sesudah itu beliau duduk di ranjang dan memarahi kami.”Kamu sudah belajar mencuri dari rumah, hal memalukan apalagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang ? kamu layak dipukul, kamu pencuri tidak tahu malu.”

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kamu, tubuhnya luka, tetapi ia tidak menitikan airmata setetespun. Dipertengahan malam itu, saya tiba-tiba menangis meraung-raung.. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, ”Kak, jangan menangis lagi sekarang, semuanya sudah terjadi.”

Aku masih terus membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan baru seperti kemarin. Aku tidak pernah lupa tampang adikku ketika melindungiku. Waktu itu, adiku berusia 8 tahun. Aku berusia 11 tahun.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengar dia berkata lirih ” Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik, hasil yang begitu baik”. Ibu mengusap airmatanya yang mengalier dan menghela nafas ” Apa gunanya?bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”

Saat itu juga adikku berjalan ke hadapan ayah dan berkata, ”Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, aku telah cukup membaca banyak buku”

Ayah marah besar dan berkata : ” mengapa kamu mempunyai jiwa yang begitu lemah!!!Bahkan kalau aku harus mengemis di jalanan akan aku lakukan, kamu berdua harus sekolah sampai selesai.”

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit makanan. Dia menyelinap di samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku:”Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimmu uang.”

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu adiku berusia 17 tahun dan aku 20 tahun.

Dengan uang yang ayahku pinjam dan uang dari adiku hasilkan dari mengangkut semen pada lokasi konstruksi, akhirnya aku sampai akhir tahun ketiga kuliah.

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk memberitahukan,” Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!”

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya,”Mengapa kamu tidak bilang pada temanku kamu adalah adikku?”

Dia tersenyum dan menjawab”Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu?Apa mereka tidak akan mentertawakanmu?”

Aku merasa terenyuh dan airmata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari badan adiku dan sambil tersekat aku berkata”Aku tidak peduli omongan siapapun!Kamu adalah adikku apapun juga Kamu adalah adikku bagaimanapun penampilanmu...”

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku dan terus menjelaskan, ”Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kakak harus memilikinya...”

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Menariknya ke dalam pelukanku dan menangis....Tahun itu ia berusia 20 aku 23

Pertama kali aku membawa teman-teman kuliahku ke rumahku, kaca jendela yang pecah telah diganti dan semuanya kelihatan bersih..Setelah teman-temanku pulang..aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku.”Bu, ibu tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk membersihkan rumah kita...Tetapi katanya sambil tersenyum”Itu adalah pekerjaan adikmu..dia pulang lebih awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkkah kamu melihat luka ditangannya.?ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus , seratus jarum terasa menusuk hatiku.Aku mengoleskan sedikit salep pada lukanya dan membalut lukanya..”Apakah sakit?..

”Tidak kok Kak...Aku biasa biasa kena batu-batu kak..”Ditengah kalimatnya aku membalikan punggungku karena air mata mulai menggenang dimataku....Tahun itu adikku 23 tahun dan aku berusia 26 tahun.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Aku berkali-kali mengundang orangtuaku datang dan tinggal dirumahku..tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka sudah merasa dibesarkan didusun dan tidak tahu harus berbuat apa kalau seandainya keluar dari dusun. Adikku juga mengatakan ”Kak jagalah mertuamu saja, saya yang akan menjaga ibu dan ayah disini..”

Suamiku menjadi direktur pabrik..Kami menginginkan adiku kerja di pabrik, akan tetapi adiku tak pernah mau...dia pingin tetap menjaga ayah ibu.

Suatu hari adiku jatuh dari sebuah tangga untuk memperbaiki kabel, ketika dia terkena sengatan listrik dan dia masuk ke rumah sakit...Aku dan suamiku menjenguknya..dan melihat gips putih dikakinya..Aku berkata ”Mengapa kamu menolak kerja menjadi manajer pabrik di tempat kakakmu...Coba kalau kau terima, tentu kamu tidak akan mengalami seperti ini..”

Dengan tanpang serius dia menjawab”Kak, pikirkan nama baik kakak ipar kak. Ia baru saja menjadi Direktur, sedangkan saya tidak berpendidikan..nanti apa kata orang kalau saya menjadi manajer? Kasihan kakak ipar..

Mata suamiku dipenuhi airmata, dan kemudian aku berkata ” Tapi kamu kurang berpendidikan itu juga karena aku, kakakmu...

Mengapa kakak membicarakan masa lalu?” adikku menggenggam tanganku. Tahun itu ia berusia 26 tahun dan aku 29 tahun

Adikku kemudian menikahi seorang gadis pada usia 30 tahun. Dalam acara itu pembawa acara perayaan bertanya kepadanya,”Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” tanpa berpikir panjang adikku menjawab”Kakakku.’

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat lagi.

” Ketika kami sekolah SD. Saya dan kakakku sekolah SD di tempat yang cukup jauh dari tempat tinggal kami..di sebuah dusun yang berbeda..Setiap hari aku dan kakakku berjalan selama kurang lebih dua jam untuk pergi dan pulang ke sekolah..Suatu hari aku kehilangan satu sarung tanganku...Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai sebuah sarung tangan di tangannya..padahal kami berjalan sangat jauh dan cuaca sedang musim sangat dingin...Ketika kami tiba dirumah, tangan kakakku begitu gemetaran..sehingga ketika makan dia tidak bisa memegang sendoknya.......Sejak hari itu aku bersumpah..selama saya masih hidup aku akan menjaga kakakku dan...aku akan selalu baik kepadanya..

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku

Kemudian kata-kata begitu susah keluar dari bibirku”Dalam hidupku..orang yang paling berjasa padaku adalah adikku..orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku...

Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia itu..di depan kerumunan perayaan itu..air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai....

Semoga kisah tersebut memberikan pelajaran kepada kita semua. Amin

Wassalam

OFA

Kamis, April 30, 2009

BENTENG DUNIA

Seorang hamba Allah turun dari gunung berkelana melewati beberapa desa.
Di desa pertama dia melihat rumah kosong yang penuh dengan emas.Kemudian iblis menggodanya,"Ayo curi! Itulah yang akan membuatmu kaya!"
Tapi si hamba Allah menjawab ,"Tidak sebab rumahku sangat dekat!"

Didesa kedua , hamba Allah itu melihat seorang wanita penghibur sedang duduk
diatas sebuah batu sambil tersenyum menggoda.Iblis lalu membujuk, "Ayo dekati! Itulah yang akan menyenangkan tubuhmu!"
Tapi, sihamba Allah menjawab, "Tidak sebab rumahku sangat dekat!"

Didesa ketiga , hamba Allah itu melihat perselisihan antara dua kelompok.
Kemudian hamba Allah itu diminta untuk menjadi saksi atas mereka.Iblis kembali menggodanya, "Ayo dusta! Tidak ada kerugian bagimu kalaupun engkau berdusta atas mereka!"
Tapi si hamba Allah menjawab, "Tidak, sebab rumahku sudah dekat!"

Begitu seterusnya sampai desa keseratus hingga membuat iblis heran,katanya, "Engkau selalu menolak godaanku dan mengatakan kalau rumahmu sudah dekat. Tapi aku sudah mengikutimu sampai desa yang keseratus dan engkau masih juga berkelana. Sesungguhnya dimana rumahmu?"

Lalu hamba Allah itu menjawab, "Ketahuilah, RUMAHKU adalah KUBUR dan GERBANGNYA adalah KEMATIAN. Aku katakan dia sangat dekat karena aku tidak pernah tahu kapan
aku akan masuk kedalam rumahku itu. Boleh jadi saat aku berbuat dosa, kematian
datang menjemput. Oleh karena itu, aku selalu ingat pada kematian dan takut untuk
mengikuti godaanmu."


Iman Al-Ghazali pernah bertanya kepada muridnya, "Apakah yang paling dekat dalam
hidup ini? Ternyata jawabnya adalah kematian karena kita tidak pernah tahu kapan
kematian itu datang.Tidak ada yang bisa menjamin kalau diri kita masih hidup besok pagi, atau bahkan 5 menit kedepan.Kematian datangnya tiba-tiba tanpa permisi. Tidak sedikit orang meninggal diatas perut wanita penghibur saat sedang berzina , meninggal saat minum minuman keras dan saat mengkonsumsi narkoba.
Naudzubillahi minzalik.

Rasulullah SAW bersabda, "Orang paling cerdas adalah orang yang selalu ingat akan
kematian. "mengapa?" Karena ingat pada kematian inilah yang akan membuat seseorang takut melakukan perbuatan dosa.Inilah benteng didunia dari berbuat dosa karena takut jika kematian ternyata datang menjemput dirinya saat dia sedang berbuat dosa.
Seperti cerita hamba Allah tersebut yang enggan mengikuti godaan iblis karena dia
tahu bahwa malaikat Izrail (malaikat maut) senantiasa mengintai dirinya, diapun
senantiasa menjaga dirinya dari berbuat dosa.

Oleh Elvi Zulhailina

Rabu, April 29, 2009

Resep Obat Penyembuh Dosa

Seorang badui datang pada seorang dokter.
Orang badui itu bertanya."Apakah dokter punya resep obat untuk menyembuhkan penyakit dosa?"
Dokter menundukkan kepalanya sejenak sambil berpikir lalu menjawab,
"Dengarkan resep ini. Jika kamu kerjakan maka kamu dapat penyembuhan dari Allah".

Ambillah AKAR-AKAR KEMELARATANmu dan JIWA KESABARAN...
Lalu campurkan dengan BUBUK PIKIRAN,dan dicampur (kadarnya sama) dengan RENDAH HATI dan KEKHUSYYUKAN,kemudian ditumbuk semua dalam lumpang TAUBAT dan dibasahi dengan AIR MATA, lalu ditempatkan dalam tempat RENDAH DIRI kepada Allah dan dimasak dengan api TAWAKKAL kepadanya.

Setelah itu aduk dengan sendok ISTIGHFAR sehingga tampak TAUFIQ dan KEHORMATAN
DIRI.Kemudian , pindahkan kemangkok CINTA dan dinginkan dengan udara KASIH SAYANG.
Sesudah disaring dengan saringan KESUSAHAN dan ditambah dengan hakikat IMAN serta
campurkan dengan TAKUT kepada Allah.Terus minum obat itu SELAMA HIDUPMU dan HATIMU akan SEMBUH dari segala keluhan dan akan hilang rasa sakit dan dosa.

(Oleh ELVI ZUHAILINA)

PASANGAN HIDUP

Manusia sering egois dengan memaksakan orang lain harus seperti apa dengan kriteria yang ideal, termasuk dengan pasangan hidupnya, orang tuanya, temannya, atau semua manusia yang dekat dengannya, tetapi dia tidak pernah memaksakan diri menjadi pribadi ideal...sehingga adalah hal yang adil Allah memberikan teman dan pasangan hidup yang sesuai dengan dirinya...untuk lebih jelasnya perhatikan tulisan yang penuh Hikmah dari sahabat kita Kamila Vyndarti:

Bertahun-tahun yang lalu,
seorang Anak Berdoa kepada Tuhan untuk Memberikan Pasangan Hidup,

"Engkau Tidak Memiliki Pasangan karena engkau Tidak Memintanya",
Tuhan menjawab.

"Tidak Hanya aku Meminta Kepada Tuhan,
aku Menjelaskan KRITERIA PASANGAN yang KUINGINKAN,
aku Menginginkan Pasangan yang BAIK HATI, LEMBUT,
MUDAH MENGAMPUNI, HANGAT, JUJUR, PENUH dengan DAMAI
dan SUKACITA, MURAH HATI, PENUH PENGERTIAN, PINTAR, HUMORIS,
PENUH PERHATIAN."

Aku bahkan Memberikan Kriteria Pasangan Tersebut Secara FISIK
yang Selama ini Kuimpikan.

Sejalan dengan berlalunya Waktu,
aku menambahkan DAFTAR Kriteria yang Kuinginkan dalam Pasanganku.

Suatu malam, dalam doa,
Tuhan berkata dalam HATIKU,
"Hamba-Ku, Aku Tidak Dapat Memberikan Apa yang engkau Inginkan."

Aku bertanya,
"Mengapa Tuhan?"

dan

Ia menjawab,
"Karena Aku adalah TUHAN dan Aku adalah ADIL.
Aku adalah KEBENARAN dan Segala yang Aku lakukan adalah BENAR."

Aku bertanya lagi,
"Tuhan, Aku Tidak Mengerti Mengapa aku Tidak Dapat
Memperoleh Apa yang aku Pinta dari-Mu?"

Jawab Tuhan,
"Aku Akan MENJELASKANNYA kepada-Mu,
adalah SUATU KE-TIDAK ADIL-AN dan KE-TIDAK BENAR-AN BAGI-KU
Untuk MEMENUHI KEINGINANMU karena Aku Tidak Dapat
Memberikan Sesuatu yang BUKAN Seperti engkau.
TIDAKLAH ADIL Bagi-Ku untuk MEMBERIKAN SESEORANG
yang Penuh dengan Cinta dan Kasih Kepadamu JIKA
TERKADANG engkau MASIH KASAR
atau Memberikan Seseorang yang Pemurah tetapi
engkau MASIH KEJAM
atau Seseorang yang Mudah Mengampuni tetapi
engkau sendiri MASIH SUKA MENYIMPAN DENDAM,
Seseorang yang Sensitif, namun engkau SENDIRI TIDAK..."

Kemudian Ia berkata kepadaku,
"Adalah LEBIH BAIK Jika Aku Memberikan Kepadamu
Seseorang yang Aku Tahu Dapat Menumbuhkan Segala KUALITAS
yang engkau CARI Selama Ini Daripada Membuat engkau
Membuang Waktu Mencari Seseorang yang Sudah
Mempunyai Ssemuanya itu.
PASANGANMU AKAN BERASAL DARI TULANGMU dan DAGINGMU
dan engkau AKAN MELIHAT DIRIMU SENDIRI DI DALAM DIRINYA
dan KALIAN BERDUA AKAN MENJADI SATU."

PERNIKAHAN adalah
seperti SEKOLAH - Suatu Pendidikan Jangka Panjang.

PERNIKAHAN adalah
TEMPAT DIMANA engkau dan PASANGANMU Akan
Saling MENYESUAIKAN DIRI dan TIDAK HANYA BERTUJUAN untuk
MENYENANGKAN HATI SATU SAMA LAIN
tetapi Untuk MENJADIKAN Kalian Manusia yang Lebih Baik
dan Membuat Suatu KERJASAMA yang SOLID.

"AKU TIDAK MEMBERIKAN PASANGAN yang SEMPURNA Karena
engkau TIDAK SEMPURNA.
AKU MEMBERIKAN SESEORANG yang DAPAT TUMBUH BERSAMAMU."

Senin, Februari 23, 2009

Agamamu, Agamaku, Agama-Agama Kita

God is too Big
to be contained in one single container.

Apa yang dirasakan oleh sekuntum bunga yang baru saja mekar? Bahagia….
Kebahagiaan yang tak terjelaskan lewat kata-kata. Itulah pertama kalinya ia
mengalami sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang tak akan dialaminya lagi.
Sesuatu yang terjadi hanya “sekali” saja. Ia bersuka-cita, ia menari dan
menyanyi riang….. Ia mengumpulkan para sahabat dan kerabat untuk berbagi
berita baik itu dengan mereka: “Lihat, lihat…. Aku telah mekar!”

Apa yang terjadi, How did it happen?
Entah apa yang terjadi, entah bagaimana….. Ia berusaha untuk mejelaskan,
tetapi tidak mampu. Ketika Kabir, mistik sufi asal India Utara itu ditanya,
“Apa yang kau rasakan saat itu?” Ia menjawab, “Kulihat sungai Ganga yang
berbadan lebar itu terbakar, dan ikan-ikannya memanjat pohon!”

Nanak, yang kelak akan dikaitkan dengan agama Sikh, salah satu diantara
agama-agama baru yang berusia dibawah enam abad, menjawab dengan cara lain:
“Aku melihat langit terbelah, dan turun hujan cahaya….. Cahaya Murni!”

Namun, mereka pun menyadari bahwa pengalaman mistik mereka tidak berarti
apa-apa jika tidak bermanfaat bagi orang lain. Maka, terpaksa, mereka berusaha
untuk meng-“akal”-kan sesuatu yang sungguhnya berada diluar akal, supaya
kita dapat memahaminya. Supaya “masuk-akal” kita!

“Agama, dan kitab-kitab suci,” kata Murshidku, Sheikh Baba, seorang tukang
es di Lucknow (Pusat Peradaban Islam di India Utara), “adalah hasil upaya
seperti itu.”

Ia melanjutkan, “Agama dan kitab-suci adalah sarana, bukan tujuan. Gunakan
mereka sebagai pemicu untuk memicu kesadaran di dalam dirimu. Untuk memicu
kehausan dan kerinduan di dalam dirimu. Untuk apa? Untuk mengalamai sendiri apa
yang dialami oleh para rasul, para sufi, juga para yogi, para suci dan mistik
dari semua agama, semua tradisi.

“Jika kau menganggap agama dan kitab suci sebagai tujuan, kau akan menduakan
Allah. Itulah yang dilakukan banyak orang saat ini. Tujuan adalah Allah.
Dari-Nya kita berasal, kepada-Nya kita kembali.”

Pemahaman tentang agama seperti inilah yang menjadikan agama Berkah atau Rahmat
bagi Alam Semesta. Tafsir ini menjadikan agama Jalan Raya, Jalan Tol yang dapat
dilalui siapa saja, kapan saja…. Jalan bebas hambatan.

Berbicara atau menulis tentang agama, atau tepatnya “pemahamanku tentang
agama”, aku tidak dapat tidak mengutip Guruku, Murshidku, Sheikhku. Segala apa
yang kumiliki saat ini hanyalah karena berkahmu, Guru!

Ia adalah penjual es, miskin materi, berpakaian compang-camping, robek sana,
robek sini yang kemudian disulam dengan rapi oleh keponakannya….. Tidak
seperti para ustad muda jaman kita yang sering muncul di layar teve. Tata Rias
oleh ……. Busana oleh …….. Tepuk Tangan!

Sayang, setting panggung dan busana penuh gemerlap itu jarang menunjukkan
kegemerlapan hati sebagaimana pernah kusaksikan dalam diri Murshidku. Seorang
tukang es, penjual es balok.

Ketika seorang remaja dari keluarga Hindu menyampaikn niatnya untuk “masuk
Islam”, ia pun tertawa: “Kata siapa kau belum masuk Islam? Ingat, Penyerahan
Diri dan Kedamaian Hati itulah Islam. Penyerahan Diri terhadap Kehendak Ilahi
dan Kedamaian Hatimu sendiri – dan, kau, nak, memiliki keduanya. Kau sudah
menyatakan niatmu untuk masuk Islam, dan Allah telah mendengar niatmu itu.

“Tetapi,” nah ini yang luar biasa, yang barangkali jarang didengar di
negeri kita, “janganlah sekali-kali menymbongkan dirimu sebagai Muslim.
Biarlah Allah yang menentukan apakah Penyerahan Dirimu sudah sampurna atau
tidak.”

“Aku ingin lebih dekat denganmu, Guru!” remaja itu masih ngotot.

“Kau sudah dekat dengan Allah.
Tugasku selesai sudah. Dengar nak, aku pun, hingga saat ini masih ber-jihad
untuk menjadi seorang Muslim. Aku pun masih menunggu fatwa-Nya apakah aku
diterima sebagai Muslim atau tidak.”

Jihad, bagi Guruku, berarti Koshish dalam bahasa Urdu, To Strive, To Struggle,
bukan To Fight, “Jihad berarti ‘Berupaya dengan Sungguh-Sungguh’. Jihad
bukan berantam, bukan berkelahi,bukan mencaci-maki, apalagi membunuh.”

Ia menggunakan bahasa sederhana, bahasa populer, bahasa gaul untuk jaman
itu….. maklum, umunya para murid adalah remaja, anak-anak muda….. dan, yang
termuda, yang baru berusia 11-12 tahun, seorang anak yang berasal dari Solo,
Jawa-Tengah, Indonesia.

“Tetapi, ada juga ayat yang mengatakan bahwa di yang diridhai Allah hanyalah
Agama Islam.” Murid yang paling tua, berusia 30-an tahun, mengingatkan sang
Guru akan satu ayat dari kita yang memang bunyinya kurang-lebih begitu.

Sang Guru tersenyum, “Bukan diridhai, tidak ada istilah ridha dalam ayat itu.
Ridha itu bahasa Arab, dan Al-Qur’an dalam bahasa Arab. Jika memang Allah
ingin menggunakan istilah ridha, Ia akan menggunakannya. Aku memaknai, memahami
ayat itu seperti ini: Bagi Allah yang ada hanyalah Islam.”

Beliau tidak pernah meng-klaim sebagai penafsir Kitab Suci, “Siapakah kita
ini hingga dapat menafsirkan Firman Allah? Kita hanya dapat memahami Firman-Nya
sesuai dengan tingkar kesadaran kita masing-masing.

“Sebab itu,” ia pun selalu menasihati kita, “janganlah sekali-kali merasa
sudah ‘khatam’, sudah selesai dengan kitab-sucimu. Kitab-kitab suci bukan
untuk dibaca seperti buku-buku umum lainnya. Kita-kitab suci harus diulangi.
Terus-menerus, sepanjang hidupmu….. karena, setiap kali kau membacanya, jika
kesadaranmu telah meningkat, kau akan memperoleh makna baru.”

Sebab itu pula, beliau selalu menganjurkan kita untuk membaca kitab-suci,
bahkan mengaji dalam bahasa Urdu, salah satu dari sekian banyak bahasa nasional
India, “Karena, dengan cara itu kalian dapat lebih memahami arti kitab
suci.”

Majelis-majelis ulama di India maupun Pakistan tidak mengharamkan pengajian
dalam bahasa Urdu, bahkan bahasa daerah lainnya. Sehingga, seperti yang
dikatakan oleh Guru, “Kalian tidak seperti burung beo, hanya menghafal
saja!”

Wah, Guru, untung kau lahir di India.
Kalau lahir di Indonesia, barangkali sudah diperkarakan oleh mereka yang merasa
lebih tahu dan memonopoli ajaran agama.

Kembali pada beliau, “Ya, di mata Allah yang ada hanyalah satu, yaitu Islam.
Dan, semua Nabi adalah Muslim. Hazrat Isa yang ajarannya menjadi inspirasi bagi
agama Masihi, Hazrat Musa yang syariatnya menjadi agama Yahudi – mereka semua
adalah Muslim. Tanpa kecuali. Bahkan, nabi-nabi lain, dari tradisi-tradisi lain
yang tidak disebut dalam Al-Qur’an. Karena, Allah pun berfirman bahwa tidak
semua nabi dijelaskan lewat Al-Qur’an.”

Beliau mengartikan Islam sebagai “sifat dari agama”. Dan, “sifat”-nya
itu satu. “Seperti,” Beliau jelaskan, “gula hanya memiliki satu sifat,
‘Manis’. Itu saja. Apapun bahan baku yang digunakan untuk membuat gula, jika
tidak manis, ya bukan gula.

“Din adalah sifat Mazhab.
Din adalah Keagamaan, inti sari agama, agama yang dilakoni, dijalankan. Mazhab
adalah wahananya, alirannya. Yang mengalir adalah Air Kehidupan Din. Mazhab
adalah agama, aliran. Din adalah keagamaan, air yang mengalir.

“Apapun Mazhabmu,
Jika kau menjalankannya dengan baik, maka kau telah menemukan Din. Dan, Din
itulah yang diperhatikan oleh Allah.

“Agak tidak tepat jika Din diartikan sebagai agama.
Karena, ketika Al-Qur’an diterima oleh Kekasihku,” Ya, ‘Kekasihku’,
atau Mere Mehboob dalam bahasa Urdu, dengan julukan itulah beliau sering
menyebut Rasul Allah, Muhammad yang kumuliakan…… “saat itu sudah ada agama
Masihi, ada agama Yahudi, ada kelompok-kelompok lain pula. Kendati demikian,
Firman Allah jelas dan tegas bahwa Isa yang dijunjung tinggi oleh kelompok
Masihi, dan Musa yang dijunjung tinggi oleh kelompok Yahudi, adalah Muslim,
Nabi. Tidak ada yang lebih tinggi, tidak ada yang rendah. Semua Nabi, semua
Rasul sama adanya.

“Din adalah ‘laku-agama’, perilaku yang sesuai dengan ajaran agama. Dan,
ajaran agama sungguh sangat luas, tidak dapat dijadikan monopoli salah satu
kelompok. Maka, Allah pun menasihati kita supaya melakoni agama sesuai degan
kesadaran kita, dan membiarkan orang lain melakoninya sesuai dengan kesadaran
dia.

“Sungguh sangat tidak bijak jika kita mengharuskan seorang anak yang baru
berusia 5 tahun untuk melakoni agama dan memahami ajaran agama sebagaimana
dilakoni dan dipahami oleh seorang dewasa.”

Saat itu, pemahaman agama seperti itu terasa “oke-oke” saja. Masuk akal
sih, walau usia saya baru 11-12 tahun. Beberapa tahun kemudian, kembali ke
Indonesia, saya baru sadar betapa revolusionernya pemahaman Guruku, Murshiduku,
Sheikhku…. Waheguru, Wah Guru, Engkau sungguh hebat!

Di lain kesempatan ia merestui perkawinan antara dua orang muridnya yang beda
agama. Perkawinan seperti itu memang tidak dilarang oleh konstitusi negara
India, kendati sebagian masyarakat masih belum dapat menerimanya. Saat itu,
seorang murid lain berkomentar, “Baba, bagaimana jika kelompok fundamental
menyerangmu?”

“Ah, kelompok fundamental….
Apa benar mereka fundamental? Jika benar fundamental, mereka tidak akan
menyerang. Karena mereka tahu persis ketika Mere Mehboob kawin dengan Khadija,
ritual Agama Islam pun belum ada. Perkawinan mereka itu sesuai dengan ritual
agama yang mana? Apakah perkawinan mereka tidak sah?

“Tidak, yang dapat menyerang saya bukanlah kelompok fundamental. Tetapi,
segerombolan orang-orang yang belum memahami agama. Kasihan. Ya, mereka patut
dikasihani. Aku akan menerima serangan mereka, dan akan berusaha untuk
menjelaskan sebatas kemampuanku.”

Ia bukanlah seorang Guru yang suka memasang senyuman plastik. Ketika gusar, ia
tidak berusaha untuk menyembunyikan kegusarannya. Seperti ketika ia menghadapi
teman-teman dari kelompok Wahabi yang meneruskan sekte Hambali yang alot, keras,
kaku. Mereka mengaku sebagai satu-satunya kelompok dalam Islam yang masih setia
pada Al-Qur’an dan Hadis. Mereka tidak relah jika ada yang melakukan ijtihad
dan berusaha untuk memahami ayat-ayat suci sesuai dengan kesadarannya.

Mereka adalah kelompok yang selalu berseberangan dengan Cak Nur, Gus Dur, Cak
Nun, Dawam, Ma’rif. Mereka selalu membela para penjahat dan teroris seperti
Amrozi, Samudra dan lain-lain.

Kepada mereka, Sang Guru mengatakan , “Janganlah hidup dalam ilusi seolah
dengan memelihara janggut seperti nabi, atau berjubah seperti beliau – kalian
sudah cukup Islam. Berakhlaklah seperti beliau.

“Nabi mengangkat pedang hanya untuk melawan kezaliman, demi kebebasan dan
kemerdekaan….. Apa yang kalian lakukan? Setiap tahun mengejar teman-teman kita
dari kelompok Shi’a. Tidak pernah berhenti sebelum jatuhnya korban, sebelum
ada nyawa yang melayang. Mencaci-maki kelompok-kelompok lain. Kalian adalah Daag
pada wajah Islam.” Daag dalam bahasa Urdu berarti “Noda”.

Sekitar tahun 1960-an memang masih sering terjadi pertikaian antara kelompok
Shi’a dan Sunni, khususnya menjelang hari berkabung bagi kelompok Shi’a
dimana mereka memperingati kematian Hassan dan Hussein, cucu Nabi, Mere Mehboob,
Kekasihku.

Beliau, Guruku, sungguh merupakan ensiklopedi kebijakan. Suatu ketika ia
menjelaskan, “Nabi kita begitu rendah hati, begitu sopan, santun, sehingga
siapapun yang datang kepada-Nya, ia akan berkata, ‘Doakanlah diriku,
keluargaku, sahabatku’…. Padahal, bukanlah beliau yang membutuhkan doa kita.
Kitalah yang membutuhkan doa beliau.

“Sekarang, apa yang terjadi?
Telah menjadi kebiasaan kita untuk setiap kali mendoakan beliau. Tidak apa,
baik-baik saja. Asal kita tidak menjadi sombong, tidak menjadi angkuh seolah
beliau membutuhkan doa kita.

“Tisak, beliau tidak membutuhkan doa kita.
Kitalah yang membutuhkan doa beliau!”

Tetapi, kemudian, ia pun selalu mengingatkan kita, “Janganlah kalian
membingungkan teman-teman yang belum siap untuk pelajaran ini. Mereka yang belum
siap dengan materi yang kita dapatkan disini.

“Dalam setiap tradisi, dalam agama manapun, kita selalu diingatkan supaya
tidak melemparkan mutiar kepada kawanan babi. Bhagavad Gita pun mengatakan,
janganlah menyebarluaskan ajaran ini di tengah masyarakat yang belum siap.

“Babi diberi mutiara, apa yang terjadi?
Ia tidak tahu nilai mutiara, ia memakannya, keselek, dan ia tidak dapat
benapas. Ia gusar dan akan menyerangmu kembali.

“Berikan mutiara kepada mereka yang mengerti nilai mutiara. Kepada mereka
yang mengapresiasinya. Kepada mereka yang akan menghargainya.

“Seorang yang memiliki pengetahuan dan tidak berbagi dengan orang lain yang
siap untuk menerimanya, adalah seorang kikir, pelit. Berbagilah dengan mereka
yang siap.

“Tuhan ada dimana-mana, di Barat dan di Timur, di Selatan dan di Utara.
Wajah-Nya ada dimana-mana, tetapi untuk pemusatan kesadaran kita membutuhkan
kiblat…. maka, dalam setiap agama ada kiblat.

“Jagalah tali persahabatan dengan sesama manusia….. ya, dengan mereka yang
berjiwa manusia, bukan berbadan manusia saja……” Beliau selalu menasihati
kita untuk menjauhi mereka yang hanya berbadan manusia. Tidak perlu membenci
mereka, hanya menjauhi saja, “Karena, kehewanian mereka bagaikan penyakit
menular. Nanti, pada suatu ketika, jika kau sudah memiliki kemampuan untuk
mengobati mereka, silakan mendekati mereka…. Tetapi, jangan dulu, jangan
sekarang…. Kemampuan seperti itu belum ada dalam diri kita.”

Din, atau melakoni agama, menjalani ajaran agama, bagi beliau adalah proses
seumur hidup, “Jika kau menganggap dirimu sudah menjadi Ulama, sudah memiliki
Ilmu – maka kau akan mati dengan ilmumu itu. Segitu-gitu saja yang kau miliki.
Kau tidak akan berkembang lebih lanjut.

“Seorang Ulama Sejati tidak pernah berhenti menggali diri…. Ia menemukan
pemahaman-pemahaman baru dalam dirinya, bukan saja dengan membaca ulang kitab
suci, tetapi dengan memahami ayat-ayat Allah yang bertebaran di alam semesta.
Dimana-mana.”

Ya, Ayat-Ayat Allah bertebaran dimana-mana, “Ada yang dirangkum dan ditulis,
dicetak…. Kita menyebutnya Al-Qur’an, Bacaan Mulia. Ada yang menyebutnya
Bhagavad Gita, Nyanyian Mulia. Ada pula yang menyebutnya Injil, Berita Mulia.
Semuanya mulia.

“Aku percaya,” lanjut Guruku, “bahwa semua itu berasal dari Satu, dari
Allah. Semuanya, tanpa kecuali, berasal dari Yang Maha Kuasa, Yang Maha Esa.

“Dulu, aku pun sering mempersoalkan teman-teman Hindu yang kuanggap memuja
berhala….. Tetapi, kemudian kupahami bahwa apa yang kuanggap berhala, adalah
kiblat mereka. Mereka menggunakan semua itu sebagai sarana untuk memusatkan
kesadaran mereka, sebagaimana aku menggunakan kaligrafi, bahkan gambar Mekah
Shariff sebagai sarana untuk pemusatan kesadaranku.”

Dengan bekal pemahaman agama seperti inilah aku kembali ke negeri asalku, ke
tanah air, ke Indonesia….. dan, awal-awalnya masih oke….. tetapi,
lambat-laun, pemahaman agama yang berkembang disini sungguh membingungkan aku.

Agama tidak lagi menjadi sarana.
Agama disejajarkan dengan Tuhan, dianggap absolut. Begitu pula dengan kitab
suci…. Dan, yang lebih celaka lagi, Manusia Indonesia, oleh lembaga yang
merasa paling kompeten, tidak lagi diperkenankan untuk memahami aajaran agama
sesuai dengan kesadarannya. Ia tidak diperkenankan untuk berijtihad. Pemahaman
agama dibungkus rapi dalam kapsul, di pak, dan diberi tanda, “Sesuai dengan
…..” Dan, hanyalah pak atau botol bertanda “Sesuai dengan ……” itulah
yang diperjual-belikan.

Agama menjadi komoditas. Mereka yang merasa memiliki monopoli terhadap agama,
menjajahnya di pasar untuk diperjualbelikan. Para politisi menggunakannya dengan
cermat. Para pengusaha pun idak mau kalah.

Sementara itu, Lia Aminuddin diperkerakan, Ahmadiyah dikejar-kejar….. Jika
Guruku disini, barangkali darahnya sudah dinyatakan halal. Terlepas dari setuju
atau tidaknya kita terhadap apa yang dikatakan oleh Lia dan apa yang didakwahkan
oleh Ahamadiyah, jangan lupa apa yang kita katakan dan dakwahkan pun tidak
diseutujui semua orang. Ya, kebetulan saja kita mayoritas, sehingga minoritas
mati kutu.

Agama, sebagaimana kita pahami dan praktekkan saat ini, jelas tidak menjadi
Rahmat bagi Alam Semesta. Jangankan Alam Semesta, bagi negara kita pun tidak
bisa.

Agama sebagaimana dipraktekkan oleh kelompok-kelompok militan di Timur Tengah
misalnya, menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan bagai seluruh rakyat
Palestina dan Lebanon. Saat ini, silakan berpihak pada mereka – kelak, jika
Bangsa Palestina dan Lebanon bangkit, namamu akan dimasukkan dalam daftar para
pengkhianat bangsa dan negara. Kewarasan kita tidak setuju dengan serangan
agresor Israel, tetapi kewarasan kita juga tidak setuju dengan kekerasan yang
dilakukan oleh kelompok-kelompok militan sehingga selalu memicu perang di
kawasan itu.

Palestina, Lebanon, Irak….. negara-negara di Teluk yang merasa tertindas saat
ini, harus mengupayakan kelahiran seorang Gandhi. Jangan membalas kejahatan
dengan kejahatan, dan kejahatan yang menyerangmu akan kehabisan energi. Mereka
akan berhenti sendiri. Saat ini, kejahatan Israel malah mendapatkan energi dari
kelompok-kelompok militan di Timur Tengah. Mereka memperoleh alasan untuk
melakukan agresi militer.

Adalah suatu kemalangan bahwa kelompok-kelompok militan seperti itu, ada juga
di tanah-air kita. Ada juga tokoh-tokoh yang menyebarluaskan kebencian dengan
menggunakan dalih agama. Ayat-ayat suci diselewengkan artinya, dan penyelewengan
itu disebut ilmiah. Baru keluar dari penjara, sudah berkarya kembali. Seribu
orang menghadiri Tabligh Akbar yang digelarnya. Tepuk Tangan!!

Agama adalah Berkah.
Ia menjadi Rahmat yang menyebarkan Kasih, atau menjadi Laknat yang penuh
Kebencian – karen ulah manusia, karena kita. Karena pemahaman kita, karena
laku kita.

Agama merupakan Rahmat bagi Alam Semesta.
Agama-agama, setiap agama, agamaku dan agamaku, agama kita semua – yang
intinya adalah satu, Penyerahan Diri pada Kehendak Ilahi – tanpa kecuali
merupakan Berkah dan berpotensi sebagai Rahmat bagi Alam Semesta. Berpotensi.
Benih Potensi itu mau ditanam, disiriami air kehidupan, dipupuki dengan
cinta…… atau dibiarkan jatuh diatas tanah yang gersang, dan mati dalam
kekeringan…… semuanya kembali pada kita.

Agama adalah sesuatu yang bersifat sangat individu, dalam pengertian setiap
orang harus menjalaninya sendiri. Ia tidak dapat diwakilkan. Tidak ada yang
menjadi perantara antara khalaq, ciptaan Allah, dan Khaaliq, Gusti Allah., Sang
Maha Cipta. Institusi-institusi yang saat ini berperan sebagai perantara tak
akan bertahan lama.

Kebangkitan Manusia Indonesia, bangkitnya kesadaran dalam diri kita – akan
mengakhiri peran institusi-institusi tersebut. Dan, institusi-institusi tersebut
pun menyadari hal ini. Mereka memahaminya betul. Mereka tahu bahwa
institusi-institusi mereka melanggar Hukum Alam, bertentangan dengan Firman
Allah.

Berkah dan Rahmat adalah dari Allah.
Berkah tidak dapat diinstitusikan. Rahmat tidak dapat dilembagakan. Segala
upaya ke arah itu hanya membuktikan ketololan kita.

Lalu, bagaimana agama yang konon diakui sebagai rahmat bagi seluruh alam, dapat
diinstitusikan? Bagaimana dapat dilembagakan?

Namun, kenyataan di lapangan, ground facts, membenarkan bahwa setiap agama
telah diinstitusikan, dilembagakan…… Apa iya? Jika memang demikian,
bagaimana dengan Firman Allah bahwa Agama adalah Rahmat bagi Seluruh Alam? Apa
iya, Rahmat Allah dapat diinstitusikan?

Saya tidak tahu.
Yang jelas, pelembagaan semacam itu telah menyusahkan banyak orang.
Memecah-belah umat, memicu pertikaian, pertengkaran, bahkan perang atas nama
agama.

Jangan-jangan, dalam kegagapanku aku berpikir, jangan-jangan yang mereka anggap
agama dan dilembagakan itu bukan agama….. ini memang pemikiranku yang sangat
bodoh dan tidak ilmiah….. Jangan-jangan yang mereka lembagakan dan
institusikan itu hanyalah “ego” mereka, kesombongan mereka, keakuan mereka
yang merasa sudah tahu segala sesuatu tentang agama.

“Manusia yang masih merupakan konsep, masih harus berjuang untuk menjadi
final,” kata seorang teman, “malah berusaha untuk menciptakan konsep tentang
Tuhan.” Inilah kesia-siaan kita. Inilah kekacauan pikiran kita.

Lembaga-lembaga dan institusi-institusi kita hanya menyandang nama agama.
Identitas agama digunakan oleh pengusaha dan pedagang bagi usaha mereka, warung
mereka. Digunakan oleh para politisi sebagai asas partai mereka. Bahkan pembela
para penjahat pun menggunakannya secara bebas. Tidak ada yang menegur mereka?
Kenapa? Karena, kita semua melakukan kesalahan yang sama. Kita semua, sama-sama
gila!

Agama adalah Rahmat bagi seluruh Alam.
Alas, sayang, kita belum beragama…. Kita belum merasakan Rahmat-Nya…..
Turunnya Hujan Berkah tidak memberi manfaat apa-apa kepada kita, karena kita
berdiri tegak seperti gunung, bukit. Kita tetap gundul.

“Jadilah Lembah,” kata Lao Tze, “rendahkan dirimu, dan kau akan menjadi
subur….. Air hujan akan menggenang, kau dapat menampungnya!” Kemudian, agama
pun betul-betul menjadi Rahmat bagi Alam Semesta.

Agama manapun,
Agamamu dan Agamaku, Agama-Agama kita….. Agama yang merupakan jalan, dan
setiap jalan menuju tujuan yang satu dan sama – Allah! Kau menyebutnya Allah,
ada yang menyebutnya Bapa di Surga, Hyang Widhi, Tao, Buddha, Satnaam, Ahura
Mazda, Gusti – apa saja – Ia Satu dan Sama.

Banyak Jalan, Satu Tujuan.
Namun, jangan pula berhenti di pinggir jalan sembari mengagung-agungkan semua
jalan. Pilihlah salah satu diantaranya, dan mulailah berjalan…… Saat itu,
Agama sunggu menjadi Rahmat bagimu. Bagiku. Bagi kita semua!

ANAND KRISHNA
“Dibuat khusus untuk Jurnal Edukasi - Alternatif Wacana Pendidikan, Volume
IV, Nomor 1, April 2007 ”
- Sebuah Renungan Spiritual, Bukan Tulisan Ilmiah -
_______________-
ini sebuah tulisan yang menarik sebagai referensi menyikapi perbedaan.

Rabu, Januari 21, 2009

Suara (ku Berharap)

by Hijau daun

Disini aku masih sendiri
Merenungi hari-hari sepi
Aku tanpamu
Masih tanpamu

Bila esok hari datang lagi
Ku coba untuk hadapi semua ini
Meski tanpamu meski tanpamu

Bila aku dapat bintang yang berpijar
Mentari yang tenang bersamaku disini
Ku dapat tertawa menangis merenung
Di tempat ini aku bertahan

*
Suara dengarkanlah aku
Apa kabarnya pujaan hatiku
Aku di sini menunggunya
Masih berharap di dalam hatinya

Suara dengarkanlah aku
Apakah aku slalu dihatinya
Aku di sini menunggunya
Masih berharap di dalam hatinya

Kalau ku masih tetap disini
Ku lewati semua yang terjadi
Aku menunggumu Aku menunggu

Suara dengarkanlah aku
Apa kabarnya pujaan hatiku
Aku di sini menunggunya
Masih berharap di dalam hatinya

Suara dengarkanlah aku
Apakah aku ada dihatinya
Aku di sini menunggunya
Masih berharap di dalam hatinya

Back to *
Suara dengarkanlah aku

--------------------------
ni lagu menarik perhatianku pada saat pentas idola cilik yang dinyanyiin ma Irsyad.. kereeeeeeeeen abiz hehehhe