Zack

Foto saya
be better than yesterday..

Kamis, November 01, 2012

Membangun Mentalitas Profesional.




1. Mentalitas Mutu
Seorang profesional menampilkan kinerja terbaik yang mungkin. Dengan sengaja dia tidak akan menampilkan the second best (kurang dari terbaik) karena tahu tindakan itu sesungguhnya adalah bunuh diri profesi. Seorang profesional mengusahakan dirinya selalu berada di ujung terbaik (cutting edge) bidang keahliannya. Dia melakukannya karena hakikat profesi itu memang ingin mencapai suatu kesempurnaan nyata, menembus batas-batas ketidakmungkinan praktis, untuk memuaskan dahaga manusia akan ideal mutu: kekuatan, keindahan, keadilan, kebaikan, kebergunaan.

Jelas, profesionalisme tidak identik dengan pendidikan tinggi. Yang utama adalah sikap dasar atau mentalitas. Maka seorang pengukir batu di pelosok Bali misalnya, meskipun tidak lulus SMP, namun sanggup mengukir dengan segenap hati sampai dihasilkan suatu karya ukir terhalus dan terbaik, sebenarnya adalah seorang profesional. Seorang guru SD di udik Papua yang mengajar dengan segenap dedikasi demi kecerdasan murid-muridnya adalah seorang profesional.

Di fihak lain, seorang dokter yang menangani pasiennya dengan tergesa-gesa karena mengejar kuota pasien bukanlah profesional. Demikian pula seorang profesor yang mengajar asal-asalan, meneliti asal jadi, membina mahasiswa terlalu banyak sampai mengorbankan kualitas, bukanlah profesional. Atau, seorang insinyur yang dengan sengaja mengurangi takaran bahan bangunannya demi laba yang lebih besar bukanlah profesional.

Jadi mentalitas pertama seorang profesional adalah standar kerjanya yang tinggi yang diorientasikan pada ideal kesempurnaan mutu.

2. Mentalitas Altruistik
Seorang profesional selalu dimotivasi oleh keinginan mulia berbuat baik. Istilah baik di sini berarti berguna bagi masyarakat. Aspek ini melengkapi pengertian baik dalam mentalitas pertama, yaitu mutu. Baik dalam mentalitas kedua ini berarti goodness yang dipersembahkan bagi kemaslahatan masyarakat. Profesi seperti guru, dokter, atau advokat memang jelas sangat bermanfaat bagi masyarakat. Demikian pula pialang saham, computer programmer, atau konsultan investasi. Taat asas dengan pengertian ini, tidak mungkin ada pencuri profesional atau pembunuh profesional. Mungkin saja teknik mencurinya atau metoda membunuhnya memang canggih dan hebat, tetapi menggelari mereka sebagai kaum profesional adalah sebuah kerancuan istilah.

Mutu kerja seorang profesional tinggi secara teknis, tetapi nilai kerja itu sendiri diabdikan demi kebaikan masyarakat yang didorong oleh kebaikan hati, bahkan dengan kesediaan berkorban. Inilah altruisme.

Di fihak lain, paradoksnya, karena kualitas kerjanya tinggi, berbasiskan kompetensi teknis yang tinggi, maka masyarakat menghargai jasa kaum profesional ini dengan tinggi pula. Artinya, imbalan kerja bagi kaum profesional umumnya selalu mahal. Permintaan atas jasa mereka selalu lebih tinggi dari ketersediaannya. Itulah yang mengakibatkan imbalan kerja kaum profesional menjadi tinggi. Oleh karena itu pula, status sosial kaum profesional dari segi moneter umumnya berada di lapisan tengah ke atas. Ini bukan karena kaum profesional menuntut untuk didudukkan di kelas tersebut, tetapi sebagai akibat logis dari eksistensi profesionalnya.

Maka ciri kedua profesionalisme ialah hadirnya motif altruistik dalam sikap dan falsafah kerjanya.

3. Mentalitas Melayani
Kaum profesional tidak bekerja untuk kepuasan diri sendiri saja tanpa peduli pada sekitarnya. Kaum profesional tidak melakukan onani profesi. Sebaliknya, kepuasannya muncul karena konstituen, pelanggan, atau pemakai jasa profesionalnya telah terpuaskan lebih dahulu via interaksi kerja.

Kaum profesional lahir karena kebutuhan masyarakat pelanggan. Sorang maestro seni lukis sekelas Michelangelo saja pun tetap punya pelanggan, yakni Sri Paus, sang penguasa Vatikan, yang keinginannya harus dipuaskan.

Seorang profesional bahkan dengan tegas mematok nilai moneter atas jasa profesionalnya. Dengan ketegasan ini berarti sang profesional berani berdiri di mahkamah tawar-menawar rasional dengan para pelanggannya. Maka seorang profesional harus bisa melayani pelanggannya sebaik-baiknya. Dan sang profesional diharapkan melakukannya secara konsisten dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati sebagai apreasiasi atas kesetiaan pelanggannya di sepanjang karir profesionalnya.

Maka ciri ketiga seorang pekerja profesional adalah sikap melayani secara tulus dan rendah hati kepada pelanggannya dan nilai-nilai utama profesinya.

4. Mentalitas Pembelajar
Di bidang olahraga, seorang pemain profesional, sebelum terjun penuh waktu, terlebih dahulu menerima pendidikan dan pelatihan yang mendalam. Dan di sepanjang karirnya ia terus-menerus mengenyam latihan-latihan tiada henti.

Begitu juga di bidang lain, seorang pekerja profesional adalah dia yang telah mendapat pendidikan dan pelatihan khusus di bidang profesinya. Bahkan untuk profesi-profesi yang sudah mapan, sebelum seseorang diberi hak menyandang status profesional, dia harus menempuh serangkaian ujian. Bila lulus barulah dia mendapatkan sertifikasi profesional dari asosiasi profesinya.

Kompetensi tinggi tidak mungkin dicapai tanpa disiplin belajar yang tinggi dan berkesinambungan. Dan karena tuntutan masyarakat semakin lama semakin tinggi, tak pelak lagi, belajar dan berlatih seumur hidup harus menjadi budaya kaum profesional. Tanpa itu maka sajian nilai sang pekerja profesional semakin lama semakin tidak relevan. Bahkan bisa tak bersentuhan dengan realitas sekitarnya. Pada saat itulah seorang pekerja gagal menjadi profesional.

Jadi ciri keempat pekerja profesional adalah hati pembelajar yang menjadikannya terus bertumbuh dan mempertajam kompetensinya kerjanya.

5. Mentalitas Pengabdian
Seorang pekerja profesional memilih dengan sadar satu bidang kerja yang akan ditekuninya sebagai profesi. Pilihannya ini biasanya terkait erat dengan ketertarikannya pada bidang itu, bahkan ada semacam rasa keterpanggilan untuk mengabdi di bidang tersebut. Mula-mula, pilihan itu dipengaruhi oleh bakat dan kemampuannya yang digunakannya sebagai kalkulasi peluang suksesnya di sana. Tetapi kemudian berkembang sebuah hubungan cinta antara sang pekerja dengan pekerjaannya.

Hubungan ini mirip dengan hubungan jejaka-gadis yang jatuh cinta. Semakin mereka mengenal, rasa cinta makin kental, dan akhirnya mengokohkan hubungan itu secara marital. Demikian juga seorang profesional, semakin ia menekuni profesinya semakin timbul rasa cinta. Dan bila hatinya sudah mantap betul maka ia memutuskan untuk hanya menekuni bidang itu sampai tuntas dan menyatu padu dalam sebuah ikatan cinta yang kekal. Demikianlah, seorang profesional mengabdi sepenuh cinta pada profesi yang dipilihnya.

Jadi ciri kelima seorang profesional sejati adalah terjalinnya dedikasi penuh cinta dengan bidang profesi yang dipilihnya.

6. Mentalitas Kreatif
Seorang olahragawan profesional menguasai sepenuhnya seni bermain. Baginya permainan tidak melulu soal teknis, tetapi juga seni. Ia beranjak dari seorang jago menjadi seorang maestro seperti Rudy Hartono di bulutangkis, Pele di sepakbola, atau Muhammad Ali di tinju. Sedangkan pemain amatir, tidak pernah sampai ke jenjang seni; asal menguasai teknik-teknik dasar maka memadailah untuk ikut pertandingan-pertandingan.

Seorang pekerja profesional, sesudah menguasai kompetensi teknis di bidangnya, berkembang terus ke tahap seni. Dia akan menemukan unsur seni dalam pekerjaannya. Dia akan menghayati estetika dalam profesinya. Mata hatinya terbuka lebar melihat kekayaan dan keindahan profesi yang ditekuninya. Seterusnya, perspektif, keindahan, dan kekayaan ini akan memicu kegairahan baru bagi sang profesional yang pada gilirannya memampukannya menjadi pekerja kreatif, berdaya cipta, dan inovatif.

Jadi ciri keenam seorang pekerja profesional adalah kreativitas kerja yang lahir dari penghayatannya yang artistik atas bidang profesinya.

7. Mentalitas Etis
Seorang pekerja profesional, sesudah memilih untuk “menikah” dengan profesinya, menerima semua konsekuensi pilihannya, baik manis maupun pahit. Profesi apa pun pasti terlibat menggeluti wacana moral yang relevan dengan profesi itu. Misalnya profesi hukum menggeluti moralitas di seputar keadilan, profesi kedokteran menggeluti moralitas kehidupan, profesi bisnis menggeluti moralitas keuntungan, begitu seterusnya dengan profesi lain.

Maka seorang profesional sejati tidak akan menghianati etika dan moralitas profesinya demi uang atau kekuasaan misalnya. Penghianatan profesi disebut juga sebagai pelacuran profesionalisme yakni ketidaksetiaan pada moralitas dasar kaum profesional.

Di pihak lain, jika profesinya dihargai dan dipuji orang, dia juga akan menerimanya dengan wajar. Kaum profesional bukanlah pertapa yang tidak membutuhkan uang atau kekuasaan, tetapi mereka menerimanya sebagai bentuk penghargaan masyarakat yang diabdinya dengan tulus.

Jadi ciri keenam pekerja profesional adalah kesetiaan pada kode etik profesi pilihannya.
_____--
copas from somewhere.. lupa ..sorry ya buat penulisnya..smg jd manfaat

Belajar dari Kegagalan

“Success is the proper utilization of failure.” Unknown

Kegagalan merupakan bagian proses dari proses kehidupan yang tidak dapat kita hindari. Kita akan kehilangan lebih banyak energi ketika mencoba lari dari kenyataan telah mengalami kegagalan. Menerima kegagalan dan mencari hikmah atau peluang emas di balik kegagalan ini akan jauh lebih baik. Setidaknya ada 7 alasan mengapa kita sebaiknya menerima kegagalan :

1. Kegagalan memberi kita kesadaran telah melakukan kesalahan. Dari kesalahan itulah kita dapat memperoleh pengalaman emosional serta lebih banyak ilmu untuk melakukan terobosan-terobosan revolusioner atau menciptakan ladang usaha yang potensial.

2. Kegagalan membuat kita lebih kuat. Pada awal mengalami kegagalan memang keadaan kita menjadi berantakan. Tetapi situasi tersebut dapat kita jadikan motivasi untuk tumbuh lebih kuat dari sebelumnya. Itulah mengapa kegagalan dapat memperkokoh karakter seseorang.

3. Kegagalan menginspirasi dan membakar semangat kita. Jadikanlah kegagalan sebagai bahan bakar untuk lebih fokus dan bekerja lebih keras dari sebelumnya. Michael Jordan pernah dikeluarkan dari tim basket di sekolahnya. “It was good because it made me know what disappointment felt like. And I knew that I didn’t want to have that feeling ever again.– Itu bagus karena membuat saya merasakan bagaimana rasanya kecewa, dan saya tak ingin merasakan hal yang sama (kekecewaan),” katanya pada Chicago Tribune. Hal inilah yang menyebabkan etos kerjanya tinggi, sehingga mengangkat reputasinya menjadi pebasket legendaris di dunia.

4. Kegagalan menjadikan sikap seseorang menjadi lebih lembut dan berempati kepada sesama. Ada seorang selebritis bernama Terry Fox, pada tahun 1980 ia mendonasikan uang USD 1 juta untuk penelitian kanker. Uang tersebut ia kumpulkan dari honor olah raga lari sejauh 3.339 mil, sebelum akhirnya ia meninggal dunia karena kanker.

5. Kegagalan membangun keberanian. Jika Anda mampu melihat kegagalan sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan, maka Anda akan mampu menerima segala kemungkinan dan dengan mudah Anda berani mengambil resiko lebih banyak.

6. Kegagalan merupakan salah satu jalan yang akan membawa kita pada kesempatan atau peluang yang lebih bagus. Ada seorang mantan pegawai yang telah di-PHK 10 kali selama bekerja 12 tahun. Kegagalan tersebut telah membuatnya menguasai ilmu untuk bertahan dari bermacam tantangan dan kepekaannya semakin tinggi sehinga ia pintar mengantisipasi jika keadaan memburuk. Kemampuan itulah yang membuatnya diterima di sebuah perusahaan lain yang lebih besar dan ia mencapai karir yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

7. Kegagalan menjadikan kesuksesan yang tercapai terasa lebih manis. Kita cenderung lebih menghargai sebuah kemenangan setelah mencicipi kekalahan.

Sebenarnya masih banyak lagi manfaat yang dapat kita capai dengan menerima kegagalan sebagai bagian penting dari proses kehidupan. Kegagalan dapat kita ubah menjadi peluang baru yang lebih potensial dan tak pernah terpikirkan sebelumnya. Lalu langkah apa saja yang dapat kita lakukan agar kegagalan itu menjadi peluang emas?

1. Pertama adalah menerima kegagalan, tetapi menolak menyerah dengan tetap memelihara semangat juang. Lalu bergegas mengidentifikasi kesalahan, dan menganalisa penyebabnya.

2. Ketika Anda berhasil mengidentifikasi kesalahan dan penyebabnya, maka segeralah lakukan perbaikan. Jika diperlukan kembangkanlah sistim baru agar kesalahan serupa tidak terulang kembali. Belajarlah dari kesalahan dan tidak mengulanginya lagi. Einstein mengatakan, “Insanity is doing the same thing over & over again & expecting different result. – Suatu kebodohan jika kita melakukan hal yang sama berulang-ulang tetapi kita menginginkan hasil yang berbeda.”

3. Segera melakukan tindakan dan menjadikan setiap situasi sebagai kesempatan kedua yang potensial. Tindakan cepat akan sangat membantu Anda menghindari kerugian yang lebih besar.

4. Fokuslah pada hasil dan tetaplah bersemangat, dan jangan lagi menengok ke belakang atau surut langkah karena kendala yang akan menghadang.

5. Berani mengambil resiko, dan menganggapnya sebagai bagian dari ekplorasi. Keberanian mengambil resiko memungkinkan Anda untuk terus berkembang.

6. Yang terakhir adalah menikmati setiap proses yang dialami, entah senang, sedih, menemui kemudahan atau kesulitan, mendapati situasi memburuk atau membaik dan lain sebagainya. Ketika kita benar-benar berhasil mewujudkan impian kedalam kenyataan, tentu itu akan menjadi saat yang paling membahagiakan dari serangkaian proses yang Anda jalani.

Sebenarnya realitas hidup ini sangat menarik, karena disaat gagal sekalipun ternyata masih ada peluang emas. Oleh sebab itu, pandanglah setiap halangan, tantangan, kesedihan, kesulitan ataupun penolakan sebagai sebuah kesempatan untuk menciptakan peluang emas yang baru. Itulah sikap yang harus kita kembangkan agar Anda dapat dengan mudah bangkit dari kegagalan dan memungkinkan kita semua menikmati kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup ini.

*Andrew Ho adalah seorang pengusaha, motivator, dan penulis buku-buku best seller.Kunjungi websitenya di : www.andrewho-uol.com