Zack

Foto saya
be better than yesterday..

Senin, Juni 25, 2012

Shalat Bukanlah Meditasi


Shalat bukanlah meditasi. Adapun ada manfat meditasi dalam shalat saya pikir itu bonus dari Allah.

Zakat bukanlah membayar upeti atau pajak. Adapun yang harus dikeluarkan untuk membayar zakat adalah sebagian harta kita saya pikir sebagaimana energi, harta tidak boleh dibiarkan menggumpal pada satu pihak. Ia bisa meledak.

Puasa bukanlah upaya menyiksa diri. Adapun puasa haruslah menahan makan dan minum sampai merasa lapar saya pikir kita memang membutuhkan situasi benar-benar lapar, benar-benar dahaga, benar-benar loyo agar tenaga fisik melemah dan tenaga batin menguat.

Haji bukanlah plesir ke tanah suci. Adapun haji dipahami sebagai napak tilas sejarah Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As karena kita membutuhkan identitas final sebagai ummatan qaanitan.

Keempat rukun Islam itu diawali oleh sebuah ikrar persaksian yang disebut dua kalimat syahadat. Adapun ikrar pertama mengakui Allah Swt adalah tuhan yang berhak dan wajib disembah, sedangkan ikrar kedua mengakui Nabi Muhammad Saw adalah Rasul Allah-- karena manusia memiliki anasir ruhani dan jasmani. Kedua anasir itu dipertemukan oleh ikrar dua kalimah syahadat.

Ingin sekali saya mendiskusikan tema rukun Islam ini, tapi seperti kita tahu keterbatasan ruang halaman dan keterbatasan pengetahuan yang mendorong saya memohon dengan sangat hormat agar Anda ngliwet sendiri mengapa Allah memberikan metodologi rukun islam dengan lima tangga.

Yang saya ketahui ternyata rukun islam ini bukanlah materi ritual dogmatis semata. Rukun islam menuntut kontribusi nyata dalam perilaku sehari-hari kita. Asumsinya adalah bila ada perilaku kita yang kurang tepat dalam mengkhalifahi hidup bukan rukun islam yang salah. Mungkin ada sebagian atau bahkan keseluruhan pemahaman kita tentang rukun islam salah kaprah. Kalau kita main sepak bola dan tiba-tiba kaki kram atau terkilir, kita tidak bisa begitu saja menyalahkan dan mengharamkan sepak bola. Sepak bola dan kegiatan olah raga lainnya adalah metode menjaga kesehatan. Sebilah pisau di tangan seorang mutilator akan sangat berbahaya dan menjanjikan kematian ganas.

Bila perilaku kita sering salah-salah bukan berarti kita perlu mencari metodologi selain shalat meskipun tersedia banyak sekali metode olah jiwa yang ditawarkan oleh agama pluralis. Sebut saja meditasi yang kini banyak digandrungi manusia modern sebagai metode penenangan jiwa dan pembangkit energi positif. Para penganjur kedamaian dan ketenangan jiwa enggan sekali menyebut shalat sebagai satu-satunya metode. Hanya mujtahid muslim kontemporer yang terkadang menyebutnya dengan terang-terangan.

Kita sering terjebak dengan memburu hasil akhir ketimbang mencermati proses olah diri. Para penganjur kedamaian hati sering menyitir puisi-puisi Rumi untuk menawarkan kesejukan dan kebeningan jiwa, tanpa mau tahu bagaimana laku-tirakat Rumi hingga bisa menghasilkan karya agung. Bahkan kita kerap kehilangan daya obyektivitas dalam mengagungkan Kanjeng Nabi Muhammad tanpa diikuti penalaran bagaimana Kanjeng Nabi mengolah diri.

Beberapa waktu lalu ruang kelas menjadi ramai dan hidup. Pasalnya tema diskusi yang diusung cukup menggoda: shalat khusyuk. Hemm, shalat khusyuk, gerangan apakah shalat khusyuk itu? Tahukah kamu apa shalat khusyuk itu? Mengapa harus shalat khusyuk bukan shalat hudlur atau shalat khudluk? Berpuluh-puluh, beratus-ratus, beribu-ribu, berjuta-juta pertanyaan dan pernyataan akan mengalir, mempertanyakan, menggugat, memburu si khusyuk. Dan saya pun terbengong-bengong.

Sebelum segala sesuatunya berantakan dan bikin kepala pening, maka saya menyampaikan bahwa khusyuk dalam shalat dapat dianalogikan dengan rasa manis yang dikandung secangkir kopi. Sekarang diantara kita siapakah yang sanggup mendeskripsikan rasa manis secangkir kopi? Rasa manis yang dicerap lidah hanya dapat dirasakan dan dihayati, bukan untuk diungkapkan apalagi diumum-umumkan. Notok-pol kita hanya bisa berkata, hemmm manisnya mantap. Kita akan kehilangan jejak kosa kata apabila memaksa diri mendeskripsikan rasa manis.

Sejauh yang dapat kita lakukan untuk mendiskusikan rasa manis adalah bagaimana menentukan takaran agar kopi atau teh yang tersaji membuahkan rasa manis yang pas. Teori takaran itu akan berkembang tatkala kita ingin menyajikan kopi yang nasgitel (panas legi kentel), kopi nasgicer (panas legi encer), kopi naspagul (panas tanpa gula).

Teori shalat khusyuk dan rasa khusyuk adalah dua wilayah berbeda. Sebuah teori berada di tataran kognitif-psikomotorik sedang rasa ada di tataran afektif-emosi. Kedua tataran yang berbeda itu kerap dicampuradukkan, bukan hanya ketika kita memahami ritual ibadah, tetapi juga ketika kita mengkhalifahi sebuah manajemen.

Bagaimana hal itu dapat dijelaskan? Ketika mencangkul di sawah engkau membutuhkan cangkul dan sepiring nasi. Cangkul untuk mencangkul, sepiring nasi untuk mensuplai energi agar engkau kuat mengayunkan cangkul. Adapun apa motivasimu mencangkul di sawah hanya ada tiga pihak yang tahu: engkau sendiri, malaikat raqib-atid, dan Allah.

Dengan demikian engkau tidak bisa menjejali pemahaman seseorang agar giat mencangkul di sawah dengan iming-iming pahala dan dosa. Agar seseorang giat mencangkul tidak cukup dipersuasi dan dimotivasi dengan terminologi ikhlas, meskipun agar sebuah aktivitas memiliki nilai di sisi Allah diperlukan keikhlasan total.

Keseimbangan pemahaman antara aspek dhahir (cangkul dan sepiring nasi) dengan aspek bathiah (motivasi dan rasa ikhlas) diperlukan sangat. Mengapa sangat? Karena kita tidak bisa berjalan ideal dengan menggunakan satu kaki. Lebih luas lagi, engkau tidak bisa mengandalkan ketaqwaan (amal shalih) dengan cara meninggalkan ketawakkalan (transedensi). Pun sebaliknya, sebab engkau memerlukan kedua kaki itu untuk melangkah ke rumah Tuhan.[]


Pesan Untuk Anakku: Keutamaan dan Manfaat Shalat
oleh Achmad Saifulah_Roushon Fikr


Anakku, selama tidak menerjang aturan agama engkau boleh bercita-cita menjadi apa saja dan silahkan meraih impian apa saja. Engkau adalah panah yang melesat-cepat dari busur dan menancap di titik lingkaran masa depan. Engkau adalah duta masa depan yang kelak menebar kasih sayang Allah. Engkaulah ‘waratsatul anbiya’ yang dengan gagah berani mengatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Engkaulah generasi masa depan yang akan menyongsong kemenangan agama Allah dikala manusia berbondong-bondong memasuki kebenaran Islam…

1. Shalat adalah sarana pertemuan seorang hamba dengan Sang Khaliq

“Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Aku. Maka, sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha: 14). Sejak engkau membaca Takbiratul Ihram dan melantunkan bacaan demi bacaan, melakukan gerakan demi gerakan, sesungguhnya engkau sedang berhadapan (bahkan) berdialog dengan Allah. Dalam shalat Allah menatapmu, anakku.

Telah diriwayatkan dari Rasulullah Saw bahwa Allah Swt berfirman, “Aku telah membagi surah Al-Fatihah kepada dua bagian antara Aku dan hamba-Ku. Jika hamba berkata, ‘Al-hamdulillahi rabbil ‘alamiin’, maka Aku berkata, ‘Hamadani abdi (hamba-Ku telah memuji Aku)’. Ketika hamba-Ku mengucapkan, ‘Ar-Rahmaanirrahiim’, Aku berkata, ‘Majadani abdi (hamba-Ku telah memuliakan Aku)’. Ketika hamba berkata, ‘Maaliki yaumiddiin’, Aku berkata, ‘Atsnaa ‘alayya abdii (hamba-Ku telah menyanjung Aku)’. Dan ketika ia berkata, ‘Iyyaaka na’budu wa iyyaa kanasta’iin’, Aku berkata, ‘Haadza baini wa baina abdi, nishfaini wa li’abdii ma sa-ala (ini antara Aku dan hamba-Ku ada dua bagian dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta)’.”

Itulah dialog yang aku maksud, anakku. Dan engkau terlibat langsung dengan dialog itu dalam shalatmu. Engkau berdialog, omong-omongan, atau dalam bahasa yang sederhana engkau ngobrol dengan Allah. Sedang berdialog dengan ayah-ibu atau ustadz-ustadzah engkau begitu sopan, mengapa ketika berdialog dengan Allah engkau ingah-ingih, main-main, dan tidak serius?

Rasulullah Muhammad Saw bersabda, “Apabila seorang diantara kamu sedang shalat, sesungguhnya dirinya sedang berkomunikasi dengan Allah Swt. Maka janganlah ia membuang ludah ke depan muka atau ke arah kanan; tapi hendaknya ia membuang ke sebelah kiri atau di bawah telapak kakinya.” (HR. Al-Bukhari)

Anakku, sungguh perih hatiku bila melihatmu shalat dengan tidak sungguh-sungguh. Kesedihanku menggunung bila engkau masih saja menyamakan aktivitas shalat dengan olah raga atau kegiatan fisik lainnya. Sirna kebanggaanku padamu meski setinggi apapun prestasi akademik yang engkau capai bila shalatmu belum sungguh-sunguh.

2. Shalat menjadi sarana memohon pertolongan

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah shalat dan sabar sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153).

Anakku, shalat memiliki kemampuan mengurangi kecemasan karena terdapat lima unsur di dalamnya, yaitu:

a. Lantunan doa yang ajeg dan paling sedikit dibaca lima kali sehari.

b. Gerakan-gerakan shalat merupakan gerakan kunci yang dapat menjadikanmu rileks dan santai.

c. Ungkapan rasa percaya diri. Engkau sudah akrab dengan kalimat, misalnya, “Aku Pasti Bisa,” “Aku Anak Hebat!”, “Maju Terus Tak Tertandingi. Yes Yes Oke!”, dsb. Bacaan dalam shalat memiliki efek dan kekuatan yang lebih hebat lagi.

d. Wudlu yang engkau kerjakan sebelum shalat merupakan sarana penyucian diri. Engkau terbiasa menjaga kebersihan diri.

Oleh karena itu, bersikaplah tunduk dan pasrah ketika engkau sedang shalat. Luruhkan segala persoalanmu dalam lantunan doa-doa: “Ya Allah, ampuni aku. Ya Allah sayangi aku. Ya Allah tutup aib-aibku. Ya Allah angkat derajatku. Ya Allah beri aku rejeki. Ya Allah beri aku petunjuk. Ya Allah sehatkan aku. Ya Allah maafkan aku.” (Doa duduk diantara dua sujud).

Semua sudah engkau haturkan pada-Nya. Lantas apa yang tersisa pada dirimu, anakku? Tidak ada, kecuali rasa syukur yang membucah hebat dalam hatimu. Dadamu menjadi lapang. Kecemasan hilang. Hati menjadi jernih kembali.

3. Shalat membina kedisiplinan

“Sesungguhnya shalat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang beriman.” (QS. An-Nisaa’: 103)
Waktu untuk mengerjakan shalat sudah ditentukan oleh Allah. Shalat lima waktu sehari dikerjakan menurut waktunya masing-masing. Selama engkau tidak sedang berhalangan (udhur) yang ditetapkan syariat, misalnya pergi jauh, engkau tidak boleh memindah waktu shalat. Shalat shubuh tidak boleh dikerjakan di waktu dluha. Shalat dhuhur tidak boleh dikerjakan di waktu asar, dan seterusnya.

Engkau boleh menggabungkan dua shalat (shalat dhuhur dan shalat asar) dalam satu waktu (dikerjakan waktu dhuhur atau asar); atau shalat maghrib dan shalat isya’ (dikerjakan di waktu maghrib atau isa’). Semua itu namanya shalat jama’ (dua shalat yang dikerjakan dalam satu waktu). Shalat jama’ boleh dikerjakan dalam kondisi tertentu yang sudah ditetapkan oleh Islam.

Apa arti semua itu, anakku? Setiap aktivitas memiliki waktunya masing-masing. Ada waktu untuk shalat; waktu untuk belajar; waktu untuk istirahat; waktu untuk bermain. Shalat mendidikmu agar engkau disiplin menggunakan dan memanfaatkan waktu. Bila waktu shalat tiba, maka hentikanlah semua aktivitas, apapun aktivitas itu, karena setiap waktu memiliki hak dan kewajibannya sendiri. Bila waktu makan siang, ya gunakan untuk makan siang. Bila waktu belajar, ya gunakan untuk belajar. Bila waktu bermain, ya gunakan untuk bermain.

Nah, setelah aku menyampaikan betapa penting menjaga disiplin waktu, aku berharap engkau tidak menyia-nyiakan waktumu. Jadikan waktu shalat sebagai patokan utama setiap jadwal kegiatanmu. Usahakan waktu untuk berkegiatan atau beraktivitas mengikuti waktu shalat. Sehingga engkau menjadikan shalat sebagai aktivitas yang paling utama. Jangan engkau balik, anakku, waktu untuk mengerjakan shalat mengikuti waktu aktivitas selain shalat.

Memang berat mengerjakannya, tapi engkau bisa melatihnya sejak sekarang. Mintalah bimbingan ayah-ibu atau ustadz-ustadzah agar engkau dapat menjadikan waktu shalat sebagai patokan dalam berkegiatan dan beraktivitas.

4. Shalat menjadikan seorang hamba memiliki keunggulan mental

Sebenarnya bukan hanya keunggulan mental, anakku, tapi lebih dari itu. Shalat menjadikanmu anak yang sangat-sangat unggul bukan hanya unggul mental, atau unggul emosi, atau unggul batin. Engkau adalah hamba Allah. Itulah predikatmu yang paling utama. Dan engkau bisa menggapai predikit itu bila engkau shalat dengan tegak dan khusyuk.

“Koq cuma sekedar jadi hamba Allah. Dari dulu aku sudah jadi hamba Allah. Apanya yang unggul?” Engkau bukan hanya menjadi hamba Allah, tapi engkau harus merasakan dan menghayati bahwa engkau adalah hamba Allah, kapan dan dimanapun. Agar engkau terus sadar dan menyadari bahwa engkau hamba Allah, engkau memerlukan shalat. Mengapa? Karena dalam ruku’ dan sujudmu (shalat) engkau akan menemukan dirimu sebagai hamba Allah.

Sekarang, perhatikan dirimu ketika berada di sekolah. Pernahkah engkau betul-betul menyadari bahwa engkau adalah murid? Bisa jadi sedetikpun engkau tidak mengingatnya apalagi menyadarinya. Padahal ketika belajar di sekolah engkau adalah murid. Seandainya engkau menyadarinya sepanjang waktu belajar di sekolah, engkau pasti akan belajar dengan sungguh-sungguh, menjaga kesucian pakaian untuk shalat, menjaga kebersihan kelas.

Ketika engkau belajar di sekolah engkau adalah hamba Allah. Ketika engkau berkarya wisata engkau adalah hamba Allah. Ketika engkau kencing engkau adalah hamba Allah. Ketika engkau sms-an dengan teman engkau adalah hamba Allah. Ketika engkau out bound engkau adalah hamba Allah. Ketika engkau bersedekah engkau adalah hamba Allah…

Nah, ketika dirimu selalu ingat bahwa engkau adalah hamba Allah, kemana tempat untuk berlari dan sembunyi dari perbuatan yang salah? Tidak ada bukan? Artinya setiap aktivitas yang engkau lakukan selalu dalam pengawasan Allah. Engkau pun terpacu untuk selalu berbuat jujur dan memberikan hasil terbaik. Engkau telah menjadi anak yang unggul, anak yang selalu merasa dirinya diawasi dan dimbimbing oleh Allah Yang Maha Rahman Maha Rahim.

Inilah keunggulan yang sejati, anakku. Engkau bisa meraihnya dengan shalat, dengan shalat, anakku.

Sedikitnya empat hal itulah yang bisa aku sampaikan tentang keutamaan shalat. Aku tulis semua ini dengan tangan bergetar, semoga Allah mengampuni aku yang belum sanggup memberi tauladan seutuhnya padamu. Maafkan aku, anakku.

Oleh karena itu, mulai sekarang, kerjakan shalat dengan kesadaran bahwa engkau butuh shalat, nikmatilah setiap bacaan dan gerakan, rasakan getaran-getaran ketenangan (thuma’ninah) menelusup di hatimu, biarkan ketenangan jiwa itu menguasai sekujur perasaanmu, dan biarkan kedamaian menguasai kesadaranmu.

Ah, betapa indah hidupmu, betapa santun tutur kata dan perbuatanmu, betapa mulia akhlaqmu, bila engkau berhasil menggapainya dengan shalat. Aku yakin engkau bisa, anakku. Semoga. []



Shalat Tahajud: Pesan Untuk Anakku (1)
25Des2008 Diposkan oleh Achmad Saifulah_Roushon Fikr Label: Untuk Anakku

Orang-orang salaf, orang-orang alim, sangat tekun mengamalkan salat malam. Diantaranya adalah Habib Segaf bin Muhammad Assegaf. Beliau pernah berkata, "Aku tidak pernah meninggalkan qiyamullail sejak usia 7 tahun." Dalam kitab Risalatul Qusyairiyah seorang saleh berkata, "Sejak usia 3 tahun, aku tidak pernah meninggalkan qiyamullail (shalat malam)."

Di masa kanak-kanak, Abu Yazid Al-Busthami belajar mengaji Al-Quran pada seorang guru. Suatu saat ia sampai pada firman Allah: "Hai orang yang berselimut, bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (dari padanya), yaitu seperduanya atau kurangi sedikit dari seperdua itu." (QS Al-Muzzammil: 1-3)

Sepulang dari belajar Abu Yazid Al-Busthami yang masih kanak-kanak bertanya kepada ayahnya, "Ayah, siapakah orang yang diperintahkan oleh Allah untuk bangun malam?" Ayah Abu Yazid Al-Busthami menjawab, "Anakku, beliau adalah Nabi Muhammad SAW. Aku dan kamu tidak mampu meneladani perbuatan beliau.” Abu Yazid terdiam.

Pada pelajaran berikutnya, Abu Yazid Al-Busthami membaca ayat: “Dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersamamu.” (QS Al-Muzzammil: 20)

Sepulang dari belajar, ia bertanya lagi kepada ayahnya.

"Siapakah yang bangun malam bersama Nabi Saw?"

"Anakku, mereka adalah sahabat-sahabat beliau."

"Ayah, jika kita tidak seperti nabi dan tidak pula seperti sahabat-sahabat beliau, lalu kita ini seperti siapa?"

Mendengar ucapan ini, tergeraklah hati sang ayah untuk bangun malam. Hari itu juga, ia mulai salat malam. Si kecil Abu Yazid ikut bangun.

"Tidurlah anakku, engkau kan masih kecil," bujuk ayahnya.

"Ayah, ijinkanlah aku salat bersama ayah, kalau tidak, aku akan mengadukan ayah kepada Tuhanku," jawabnya.

"Tidak demi Allah, aku tidak ingin kamu mengadukan aku kepada Tuhanmu. Mulai malam ini salatlah bersamaku."

Abu Yazid selalu bermujahadah hingga ia mencapai kedudukan yang mulia di sisi Allah. Pernah diriwayatkan bahwa suatu hari ia berkata, "Barangsiapa mengetahui namaku dan nama ayahku akan masuk surga." Nama Abu Yazid dan ayahnya adalah Thoifur bin Isa.

Tingkat ketekunan

menentukan derajat ketinggian.

Siapa ingin kemuliaan

Dirikan shalat malam.

Penuntut ilmu hendaknya bangun sebelum fajar, walaupun hanya setengah jam sebelumnya. Jika ia bangun setelah fajar, maka setan telah kencing di telinganya. Dan barang siapa telinganya dikencingi setan, ia akan memulai harinya dengan perasaan malas. Syeikh Ahmad bin Hajar berkata bahwa setan benar-benar telah mengencingi telinga orang itu, namun ia tidak wajib menyucikannya karena kejadian itu bersifat batiniah.

(Habib Muhammad bin Hadi bin Hasan bin Abdurrahman Asseqaf,
Tuhfatul Asyraf, Kisah dan Hikmah)

Anakku, berapa usiamu sekarang? Habib Segaf bin Muhammad Assegaf tidak pernah meninggalkan shalat tahajud sejak usia 7 tahun. Begitu pentingkah shalat tahajud bagi hidup kita?

Shalat tahajud disyariatkan kepada Nabi Muhammad Saw setelah turun surat Al-Muzammil. Dalam buku Tafsir fii Dhilaalil Qur’an dijelaskan:

“Rasulullah Saw menerima informasi bahwa pembesar Quraisy telah berkumpul di balai pertemuan Daarun Nadwah. Kaum Quraisy mengatur rencana untuk menentang beliau dan mematahkan dakwah yang dibawanya. Setelah mendengar berita itu Rasulullah Saw berdiam diri, lalu menarik baju luarnya rapat ke badannya sambil merebahkan diri. Ketika itu datanglah malaikat Jibril as menyampaikan wahyu surat Al-Muzammil ayat 1 – 19. Dua belas bulan kemudian turunlah ayat ke – 20.”

Dari penjelasan di atas kita jadi paham, betapa sangat sedih dan sepi hati Rasulullah Saw saat itu. Berjuang sendirian di tengah ancaman yang lebat berdatangan. Secara manusiawi Rasulullah dirundung berbagai kegelisahan, kecemasan, kekawatiran, dan ketakutan.

Menurut sebuah riwayat, dalam kondisi seperti itu, Nabi Muhammad Saw merenung sendiri sambil berbaring dengan menyelimuti badannya. Ketika itu datanglah malikat Jibril as menyampaikan surat Al-Muzammil ayat 1 – 10:

“Hai orang yang berselimut, bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit dari padanya, yaitu seperdua atau kurangilah seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu, dan bacalah Al-Qur’an dengan perlahan-lahan (tartil). Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu ‘qaulan tsaqiila’. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya pada siang hari kamu mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (Dialah) Tuhan Masyrik dan Maghrib, tiada Tuhan melainkan Dia. Maka ambillah Dia sebagai pelindung dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan, dan jahuilah mereka dengan cara yang baik.” (QS. Al-Muzammil: 1 – 10)

Kapan waktu shalat tahajud dilakukan? Menurut hadist yang shahih, sebaik-baik waktu untuk menjalankan shalat tahajud adalah pada sepertiga malam yang terakhir. Untuk waktu Indonesia adalah sekitar pukul 02.00 WIB atau 03.00 WIB sampai sebelum shubuh.

Bangunlah pada separuh malam, lebih kurang 24.00 WIB. Boleh kurang sedikit atau lebih sedikit kira-kira antara jam 24.00 – 04.00 WIB. Ada jaminan dari Allah Swt bahwa apabila hamba-Nya berdoa pada waktu tersebut, doanya akan dikabulkan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

“Tuhan kita turun tiap-tiap malam ke langit paling rendah ketika sepertiga malam yang terakhir seraya berkata, ‘Barang siapa memohon kepada-Ku niscaya Ku-beri dan barang siapa meminta ampun kepada-Ku niscaya Ku-ampuni’.” (HR. Muslim)

Perhatikan pula firman Allah Swt: “Dan pada sebagian malam hari, bersalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, semoga Tuhanmu mengangkat ke tempat terpuji.” (QS. Al-Isra’: 79)

Begitu besar keutamaan shalat tahajud, anakku. Latihlah dirimu sejak dini agar ketika dewasa engkau terbiasa mengerjakannya. []

Menjalani Hidup Apa Adanya
12Des2008 Diposkan oleh Achmad Saifulah_Roushon Fikr

Siang itu saya terlibat diskusi ringan bersama beberapa staf guru SD Islam Roushon Fikr tentang usaha dan ikhtiar kita “mengukir” masa depan. Dari perbincangan itu saya jadi tahu bahwa saya termasuk orang yang terlalu polos dan lugu memandang masa depan. Bagaimana tidak? Di kepala saya sama sekali tak terbayangkan akan seperti apa hidup saya bersama anak dan istri dua puluh tahun yang akan datang, hingga berapa harga beras per kilo pada waktu itu. Dalam hati saya jadi tertawa, ternyata saya ini tidak “cerdas inspirasi” (jenis kecerdasan merekayasa masa depan).

Lalu saya teringat sebuah buku yang ditulis Gay Hendrick dan Kate Ludeman. Di buku itu dijelaskan, Anda dihadapkan pada dua kotak. Kotak pertama berisi hal-hal yang sama sekali tidak bisa kita kendalikan. Kotak kedua berisi hal-hal yang sepenuhnya dapat kita kendalikan. Kita harus bisa mengalokasikan semua segi kehidupan ke dalam kotak yang tepat, kemudian memusatkan seluruh perhatian kepada kotak yang berisi “hal-hal yang sepenuhnya bisa kendalikan.”

Kotak pertama sungguh padat isinya, dan akan semakin padat lagi jika kita semakin mencemaskannya. Beberapa hal yang sesungguhnya tidak bisa kita kendalikan dan ini sering mencemaskan hati kita adalah perasaan dan tindakan orang lain, semua yang telah terjadi - masa lalu, semua yang belum terjadi - masa depan, serta hampir semua yang berlangsung di perasaan kita.

Sekarang mari kita bahas satu persatu. Kita sering berusaha mengendalikan tindakan dan perasaan orang lain. Sekuat apapun usaha itu, percayalah, kita tak akan sanggup. Coba bayangkan, bisakah anda masuk ke dalam sanubari dan perasaan teman anda yang bersedih, lalu berkata, “Sudahlah jangan bersedih,” lantas kesedihan sahabat anda akan sirna tiba-tiba? Semakin keras usaha kita mencipta kendali untuk orang lain, akan semakin buruk hubungan komunikasi kita. Shakespeare mengatakan, “Jangan menyalakan perapian terlalu panas kepada musuhmu, agar tidak membakar dirimu.”

Juga mengendalikan masa lalu dan masa datang. Bisakah kita merubah apa yang sudah terjadi satu jam yang lalu? Jika tak sanggup, bagaimana dengan kejadian yang sudah lewat lima tahun silam? Mampukah kita menjamin dua tahun yang akan datang kita akan mencapai apa yang kita inginkan? Jika tak sanggup, bagaimana kita bisa yakin dengan kejadian yang akan menimpa kita sepuluh tahun yang akan datang? Sayang, “mesin waktu” masa lalu dan masa datang sampai detik ini belum ditemukan orang.

Ingin merubah masa lalu bagaikan usaha memadamkan panasnya cahaya matahari: sebuah usaha sia-sia belaka. Demikian pula menatap masa depan dengan hati cemas bagaikan mengaharap hidup abadi yang tak pernah mati: sebuah usaha yang bikin geli. “Tutuplah pintu besi kenangan masa lalu. Hiduplah dalam detik-detik hari ini dengan hasil terbaik,” saran Dr. Aidh al-Qarni.

Apa arti semua itu? Kita jalani hidup ini apa adanya dengan sikap yang realistis dan ikhtiar yang sungguh-sungguh (ijithad) untuk mencapai hasil terbaik, ya hasil terbaik untuk hari ini, untuk hari ini. Robert Louis Stevenson menulis, “Setiap orang mampu melakukan perkerjaannya sepanjang hari, sesulit apapun pekerjaan itu. Dan setiap orang mampu untuk hidup bahagia sepanjang hari hingga matahari tenggelam. Inilah yang dimaksud dengan hidup.”

Jenderal George Kruck, seorang perwira yang termasuk paling anti terhadap orang Indian di Amerika, di catatan hariannya menuliskan, “Semua kegelisahan hidup yang dialami kebanyakan orang Indian bersumber dari khayalan sendiri, bukan pada realita kehidupan yang ada.”

Kehidupan kita hanya sehari saja. Kemarin telah pergi dan hari esok belumlah datang. Dan sabda Rasulullah berikut ini menyimpan semangat luar biasa agar kita mencapai hasil terbaik hari ini, “Shalatlah seperti shalatnya orang yang tidak akan pernah kembali lagi.”

Kita musti menyadari bahwa jika kita tidak hidup dengan kesadaran hanya dalam batasan hari ini saja, maka pikiran kita akan terpecah, akan kacau semua urusan, dan akan semakin rumit menjalani hidup. Inilah makna sabda Rasulullah, “Jika pagi tiba, jangan menunggu sore. Jika sore tiba, jangan menunggu hingga waktu pagi.” Sudahlah, jangan menyibukkan diri dengan memikirkan bagaimana nasib kita di masa depan. Masa depan masih berada di Genggaman-Nya yang Ghaib. Jangan terlalu merisaukannya hingga ia datang dengan sendirinya. “Rahasia kesuksesan adalah tidak memikirkan hasil akhir; kerjakan yang terbaik pada SAAT INI, dan biarkan hasil akhir terbentuk dengan sendirinya, “ saran J. Donald Walters.

Ya, kerjakan saja yang terbaik saat ini, seperti ungkapan seorang penulis berikut ini,“Aku tahu Allah Maha Tahu; dan Allah Maha Tahu aku tahu. Ia tak pernah tidur. Ia akan memberiku “sesuatu” yang paling aku idamkan selama hidupku. Apa itu? Pertemuan mesra nan agung antara aku, istriku, anak-anakku dengan diri-Nya di tengah derap langkah perjuangan membela agama-Nya. Itulah saat bahagia yang tak ternilai, bagai Musa menerima sirri Tuhannya di bukut Tursina, bagai Rasulullah menggigil di gua Hira.”

“Aku manusia ruhani, bagai lembut angin yang menebar aroma wangi Islam ke seluruh penjuru. Jangan paksan aku dengan pikiran konyol yang memaksa aku menjadi seonggok materi yang mati. Sedangkan bagaimana nanti anak-anakku membayar uang sekolah, dari mana aku, anakku, dan istriku mendapat makan, biarlah Allah yang mengurusnya...”

Selanjutnya, kita sering menyangka bahwa kita bisa mengendalikan hal-hal yang berlangsung dalam hati kita. Mari kita pikirkan bagaimana cara mengendalikan perasaan? Rasa takut, cemas, sedih, semua itu hadir di hati tanpa bisa kita halangi. Dan kita semua tahu sangat tidak mudah mengendalikan apalagi mengusirnya. Yang sering kita lakukan adalah menekan perasaan takut, cemas, dan sedih itu agar tidak muncul. Semakin ditekan, perasaan kita semakin kalut dan terguncang.

Lantas bagaimana caranya? Jika kita merasa takut, cemas, sedih, kecewa, akui sajalah perasaan-perasaan itu, rasakan getarannya, katakan sejujurnya pada hati bahwa saya sedang kecewa. Berusaha mengendalikannya hanyalah seperti mencoba menahan laju air yang memancar dari selang.

Nah, untuk mencapai sukses dan bahagia kita harus mengetahui perbedaan antara kendali dan pengaruh. Kita tidak bisa mengendalikan orang lain, masa lalu, masa depan, atau banyak hal yang berkecamuk di hati kita, tetapi kita bisa memengaruhinya. Kendali itu muncul akibat rasa takut dan cemas; sedangkan pengaruh sengaja dimunculkan berdasarkan tujuan dan rencana yang tertata. Kendali adalah cermin dari sikap putus asa yang skeptis, sedangkan pengaruh merupakan cermin dari sikap pribadi berkualitas yang teguh memegang tujuan hidup sejati.

Ada startegi sederhana yang bisa dilakukan untuk menghadapi hal-hal yang tak bisa kita kedalikan. Hadapi dan terimalah semuanya, apa adanya. Kita tentu tak ingin energi hidup ini habis terkuras untuk menolak hal-hal yang tak dapat kita rubah. Energi ini, jika disalurkan di tempat yang semestinya, akan mengalirkan tenaga kreativitas yang penuh dinamika inovasi yang akan mampu menciptakan banyak keajaiban.

Oleh karena itu, mari kita tatap hidup ini dengan sorot mata elang, penuh sikap optimis dan yakin bahwa Allah telah mentukan jalan hidup kita menjadi insan terbaik. Tak guna menangis, tak guna bersedih...

Kalidasa, seorang aktor drama dan penyair yang terkenal dari India menulis puisi yang indah. Cobalah Anda merasakan getaran semangatnya.

Salam buat Sang Fajar / Lihatlah hari ini / Sebab ia adalah kehidupan, kehidupan dari kehidupan / Dalam sekejap ia telah melahirkan berbagai hakikat dari wujudmu / Nikmat pertumbuhan / Pekerjaan yang indah / Indahnya kemenangan / Karena hari kemarin tak lebih dari sebuah mimpi / Dan esok hari hanyalah sebuah bayangan / Namun hari ini ketika Anda hidup sempurna / telah memnbuat hari kemarin sebagai impian yang indah / Setiap hari esok adalah bayangan yang penuh harap / Maka lihatlah hari ini / Inilah salam untuk sang fajar.

Dari Maq’al bin Yasar, Rasulullah Saw bersabda, “Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman,’Wahai anak Adam, luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku niscayaAku isi hatimu dengan rasa kaya, dan akan Aku penuhi tanganmu dengan rejeki. Wahai anak Adam, janganlah kalian menjauhi Aku, hingga Aku isi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan’.”

Bagaimana?

Tidak ada komentar: